Arsip

Archive for the ‘kti skripsi gizi’ Category

Hubungan Terapi Diet Bebas Gluten dan Kasein dengan Perkembangan Anak Autisme (kode099)

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak-anak adalah generasi penerus harapan bangsa. Pembentukan anak-anak untuk menjadi generasi penerus berkualitas tinggi, baik fisik maupun mental, tentunya menjadi tanggung jawab kita bersama. Namun, saat ini pertumbuhan dan perkembangan anak-anak banyak mengalami gangguan, tidak hanya masalah kesehatan tapi juga gangguan psikis. Salah satu gangguan kesehatan pada anak-anak yang patut mendapat perhatian khusus dari semua kalangan yaitu gangguan perkembangan, yang dikenal dengan istilah autisme (Hembing, 2003).
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (Rahmayanti, 2008). Adanya gangguan pada setiap tahap akan menyebabkan hambatan pada tahap selanjutnya, sehingga deteksi dini, monitor dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya intervensi dini merupakan upaya penting untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan (Tiel, 2006).
Saat ini prevalensi anak dengan hambatan perkembangan prilaku telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan tidak hanya di negara-negara maju seperti Inggris, Australia, Jerman dan Amerika, tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia. Prevalensi autis di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15-0,20%, jika angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah penyandang autis di Indonesia, bertambah 0,15% atau 6.900 anak pertahun, prevalensi anak laki-laki tiga sampai empat kali lebih besar daripada anak perempuan (Mashabi & Tajuddin, 2009). Para ahli memprediksi bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari keseluruhan popoulasi anak diseluruh dunia (Hembing, 2004).
Ada beberapa teori umum penyebab autisme, antara lain teori psikososial, teori biologis dan teori imunologi. Teori biologis meliputi faktor genetik, faktor perinatal, model neuroanatomy, dan hipotesis neurochemistry. Salah satu kelainan yang terjadi pada anak autisme adalah kelainan saraf pusat di otak, diduga ada beberapa daerah di otak mengalami disfungsi. Kelainan inilah yang diduga dapat mendorong timbulnya gangguan perilaku pada anak autisme (Widyawati, 2002).
Intoleransi terhadap bahan kimia dan makanan diduga sebagai penyebab autisme. Makanan pantangan utama meliputi gandum, susu sapi, dan obat golongan salisilat. Reaksi alergi yang timbul berupa asma, dan perilaku yang memburuk. Pada penelitian buta ganda yang menggunakan placebo sebagai makanan control dengan diet ketat selama 3 sampai 4 minggu memperlihatkan kekambuhan gangguan perilaku yang disebabkan pemberian kembali semua jenis makanan. Penelitian ini membuktikan bahwa diet mempunyai kontribusi terhadap kelainan perilaku walupun mekanismenya masih tidak tidak jelas apakah mekanisme alergi, toksik atau farmakologikal (Waring, 1999)
Beberapa jenis makanan yang mengandung gluten dan kasein merupakan salah satu faktor yang dapat memperburuk kondisi anak. Pengaturan makanan yang sesuai dengan kondisi dan kecukupan zat gizi anak autisme dapat memperbaiki gangguan yang diderita anak (Hariyadi, 2009).
Survei awal yang Peneliti lakukan di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang beralamat di Kota, menunjukkan bahwa terapi yang diberikan di sekolah tersebut berupa terapi perilaku yang diterapkan dengan metoda ABA (Applied Behavioral Analysis), terapi okupasi, terapi wicara, terapi musik dan terapi diet. Terapi diet yang diberikan adalah diet bebas gluten, kasein, zat aditif, jamur, dan gula murni.
Diet bebas gluten dan kasein (CFGF, Casein Free Gluten Free) adalah terapi yang dilaksanakan dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi yang bersifat fisik akan lebih baik. Setelah mengikuti dan menjalani diet bebas gluten dan kasein, banyak anak autisme mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi dan mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Danuatmaja, 2004). Adanya terapi diet yang harus dijalani penderita autis ditujukan untuk melihat adanya perubahan perkembangan pada anak autisme (Budhiman, 2002).
Hasil penelitian oleh Nanin dan Umi (2010) menyebutkan bahwa terdapat bahwa dari 55 anak autisme yang diterapi di yayasan tersebut, sebanyak 35 anak juga menjalani diet bebas gluten dan kasein. Dari 35 anak yang menjalani diet bebas gluten dan kasein hanya sebagian kecil yang menjalani diet dengan ketat dan disiplin yaitu sebanyak 19 anak.
Pada setiap 3 bulan, orang tua anak didik diberikan laporan berupa evaluasi program yang telah dicapai oleh anak didik dan perubahan perkembangan yang telah dicapai. Kemajuan yang dicapai oleh anak bersifat individual dan setiap anak yang di terapi tidak mempunyai target waktu yang ditentukan karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai jangka waktu yang pasti dan tergantung dari banyak hal.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan.

B. Masalah Penelitian
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan terapi diet bebas gluten dan kasein dengan perkembangan anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik penderita autisme berdasarkan usia, jenis kelamin dan usia pada saat awal diagnosa.
b. Mengetahui diet bebas bahan makanan sumber gluten pada anak autisme.
c. Mengetahui diet bebas bahan makanan sumber kasein pada anak autisme.
d. Mengetahui perkembangan anak autisme.
e. Mengetahui hubungan diet bebas bahan makanan sumber gluten dengan perkembangan anak autisme.
f. Mengetahui hubungan diet bebas bahan makanan sumber kasein dengan perkembangan anak autisme.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Sebagai pengalaman yang sangat berharga dan tambahan pengetahuan dalam melakukan penelitian secara ilmiah selama mengikuti pendidikan di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes.
2. Bagi instansi terkait
Memberikan informasi sebagai upaya pengembangan dalam penanganan perilaku anak autisme di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, khususnya berkaitan dengan pengaturan makan.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Pengetahuan Manfaat Tablet Zat Besi (kode085)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal (Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 Bab III Pasal 3 :66).
Visi Indonesia sehat 2010 adalah bahwa masyarakat bangsa dan negara ditandai penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, salah satu indikator derajat kesehatan tersebut adalah angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Kondisi derajat kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, antara lain ditandai dengan masih tingginya AKI dan AKB. Berdasarkan SDKI Tahun 2002, AKI di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup, demikian dengan AKB menunjukkan angka yang masih tinggi yaitu 35 per 1.000 kelahiran hidup, angka tersebut masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Depertemen Kesehatan  RI, 2004).
Menurut hasil perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat  Tahun 2005, Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Barat masih tinggi yaitu sebesar 321,15 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka kematian Bayi (AKB) sebesar 43,83 per 1000 kelahiran hidup (Depertemen Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2004). Di Kabupaten jumlah kematian ibu tahun 2006 sebesar 28 orang dan kematian bayi sebesar 470 orang, salah satu penyebab atau faktor tidak langsung kematian ibu tersebut adalah karena anemia pada ibu hamil.
Menurut WHO kejadian anemia dalam kehamilan berkisar antara 20% sampai 89%, bila mengacu pada definisi WHO (1972) dengan menetapkan Hb 11 gr% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan sebagaian besar karena kekurangan zat besi.
Pengaruh anemia pada kehamilan bisa mengakibatkan terjadinya abortus, partus prematurus dan jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 6 gram% bisa terjadi dekompensasi kordis, dalam persalinan bisa terjadi partus lama karena inersia uteri, dalam nifas bisa terjadi perdarahan post partum karena atonia uteri, syok dan infeksi (Manuaba, 2001).
Kebutuhan zat besi ibu selama kehamilan adalah 800 mg, diantaranya 300 mg untuk janin, plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu, dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg zat besi per hari (Prawirohardjo, 2002). Melihat besarnya manfaat zat besi untuk  mencegah anemia pada kehamilan dimana bila terjadi anemia bisa berdampak buruk bagi ibu serta janin yang dikandungnya, maka semua ibu hamil perlu pengetahuan yang memadai tentang manfaat zat besi ini.
Menurut laporan kesehatan ibu dan anak pada bulan Januari-April Tahun di UPTD Puskesmas jumlah ibu hamil 202, sedangkan ibu hamil yang anemia berjumlah 26 orang. Dari 10 ibu hamil yang anemia yang dilakukan wawancara terdapat 3 ibu hamil yang mengatakan tidak rutin meminum tablet zat besi dan belum mengetahui manfaat dari tablet zat besi.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam penelitian tentang “Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Pengetahuan Manfaat Tablet Zat Besi di Wilayah UPTD Puskesmas Tahun

1.2    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah “Belum diketahuinya hubungan karakteristik ibu dengan pengetahuan  manfaat tablet zat besi di UPTD Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun ”.
Dalam rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian adalah “Apakah ada hubungan karakteristik ibu dengan pengetahuan manfaat zat besi di UPTD Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun ”.

1.3    Ruang lingkup Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada hubungan karakteristik ibu dengan pengetahuan manfaat zat besi di UPTD Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun

1.4    Tujuan Penelitian
1.4.1    Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian adalah untuk diketahuinya hubungan karakteristik ibu dengan pengetahuan manfaat tablet zat besi di UPTD Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun
1.4.2    Tujuan Khusus
1.4.2.1    Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang manfaat tablet zat besi bagi kehamilan  berdasarkan umur, pekerjaan,dan pendidikan.
1.4.2.2    Diketahuinya hubungan umur dengan pengetahuan manfaat tablet zat besi di UPTD Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun
1.4.2.3    Diketahuinya hubungan pendidikan dengan pengetahuan manfaat tablet zat besi di UPTD Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun
1.4.2.4    Diketahuinya hubungan pekerjaan dengan pengetahuan manfaat tablet zat besi di UPTD Puskesmas Kecamatan Kabupaten Tahun

1.5    Manfaat Penelitian
1.5.1    Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan sejauh mana ibu hamil memanfaatkan tablet zat besi dan memberikan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat ke dalam kondisi nyata di lapangan.
1.5.2    Bagi Institusi
Dapat meningkatkan pelayanan penyuluhan dan motivasi pada ibu hamil tentang pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi dan sebagai dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam melakukan penelitian sejenis.
1.5.3    Bagi Masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya ibu hamil dalam pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi selama kehamilan.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Pengetahuan Asupan Makanan Bergizi di Desa (kode084)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan gizi. Perbaikan gizi meliputi upaya peningkatan status dan mutu gizi, pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan akibat gizi salah. (Undang-undang RI No. 29 Tahun 2004).
Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi sekarang kata gizi mempunyai pengertian lebih luas disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja (Almatsier, 2001).
Sejak zaman purba manusia telah menyadari pentingnya makanan untuk kelangsungan hidupnya. Pada tahun 400 sebelum Masehi, Hipocrates Bapak Ilmu Kedokteran mengibaratkan makanan sebagai panas yang dibutuhkan oleh setiap manusia. (Almatsier, 2001).
Antonie Lavoisier (1743-1794) seorang ahli kimia dari Prancis yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Gizi merupakan orang pertama yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan energi makanan yang meliputi proses pernapasan, oksidasi dan kalorimetri.Magandie seorang ahli kimia Prancis pada awal abad ke-19 untuk pertama kali dapat membedakan antara berbagai macam zat gizi dalam bahan makanan, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Pada awal abad ke-19 dikembangkan cara-cara penentuan karbon, hidrogen, dan nitrogen di dalam ikatan-ikatan organik. Liebig (1803-1873) seorang  ahli kimia dari Jerman menemukan bahwa karbohidrat, lemak dan protein dioksidasi dalam tubuh dan menghasilkan panas atau energi. Ia menghitung nilai energi beberapa bahan makanan dan menyimpulkan bahwa makanan seimbang harus mengandung protein, karbohidrat dan lemak. Pada abad ke-20 banyaknya penelitian yang dilakukan tentang pertukaran energi dan sifat-sifat bahan makanan pokok, komposisi karbohidrat, lemak, protein serat, air dan abu. (Almatsier, 2001).
Banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil maka WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 kkal sehari pada trimester 1, 35 kkal sehari pada trimester 2 dan 3, sedangkan di Kanada penambahan trimester 1 sebesar 100 kkal dan 300 kkal untuk trimester 2 dan 3. Sementara di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 2.300 kkal/hari selama kehamilan angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan temperatur ruangan, kegiatan fisik dan pertumbuhan, patokan ini berlaku bagi mereka yang tidak menambah kegiatan fisik selama hamil. Sejak abad ke-16 telah diketahui bahwa janin dalam kandungan membutuhkan zat-zat gizi dan hanya ibu yang dapat memberikannya oleh sebab itu makanan ibu hamil harus cukup untuk berdua, yaitu untuk ibu dan anak yang dalam kandungannya. Makanan yang cukup mengandung zat-zat gizi selama hamil sangat penting artinya. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila jumlah makanannya dikurangi maka berat bayi yang akan dilahirkan menjadi lebih kecil. Gizi yang adequat selama hamil akan mengurangi resiko dan komplikasi pada ibu menjamin pertumbuhan jaringan sehingga bayi baru lahir memiliki berat badan optimal. (Departemen Kesehatan RI, 1992).
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh Kurang Energi Protein (KEP), Anemia, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), kurang vitamin A dan obesitas.
Menurut Soetjiningsih (1998) status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan dalam kandungan, apabila status gizi ibu buruk, baik sebelum kehamilan dan selama kehamilan menyebabkan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), disamping itu akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan otak janin pada BBLR. Bayi baru lahir mudah  terinfeksi, abortus,dan sebagainya. (Suparyasa dkk, 2001).
Untuk meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat  terutama pada ibu hamil, yaitu  dengan meningkatkan pendidikan gizi, meningkatkan surveilens gizi, penanggulangan gizi lebih, menanggulangi KEP, anemia, GAKY, kurang vitamin A dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi. (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Zat-zat gizi terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, air, mineral, vitamin, dan serat. (Oenzil, 1995). Ibu hamil status gizinya pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandungnya. Seorang ibu yang sedang hamil mengalami kenaikan Berat Badan (BB) sebanyak 10-12 kg. Pada trimester 1 kenaikan itu hanya kurang dari 1 kg, trimester 2  +3 kg, sedangkan trimester 3 kira-kira 6 kg. Kenaikan tersebut meliputi kenaikan komponen janin yaitu pertumbuhan janin, plasenta, dan cairan amnion. (Paath dkk, 2004).
Berdasarkan data yang didapat dari profil kesehatan Kabupaten tahun jumlah ibu hamil di Kabupaten sebanyak 23.478 orang dengan ibu hamil beresiko sebanyak 1.678 orang (7,15%). Desa merupakan salah satu desa yang ada di wilayah kecamatan dengan jumlah ibu hamil sebanyak 32 orang dengan ibu hamil beresiko sebanyak 4 orang (12,5%), sedangkan di Kecamatan sendiri jumlah ibu hamil sebanyak 844 orang dengan resiko kekurangan gizi sebanyak 168 orang ( 19,91%).
Ukuran lingkar lengan atas (LILA) < 23,5 cm di Kabupaten sebanyak 1.467 orang sedangkan di Kecamatan sebanyak 55 orang dan di Desa sebanyak 5 orang.
Dengan kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang asupan makanan bergizi maka dimungkinkan dapat menyebabkan kurangnya makanan bergizi semasa hamil pada ibu sehingga menyebabkan lemah, infeksi tinggi, perdarahan dalam masa kehamilan dan anemia, sedangkan waktu persalinan dapat menyebabkan persalinan sulit atau lama, prematur, perdarahan bayi mati, dan keguguran. Maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan karakteristik ibu hamil dengan pengetahuan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten Tahun

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah Belum diketahuinya hubungan karakteristik ibu hamil dengan pengetahuan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten tahun

1.3    Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada karakteristik ibu yang meliputi umur, pendidikan, status ekonomi dan status pekerjaan. Masalah yang akan diteliti adalah hubungan karakteristik ibu hamil dengan pengetahuan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten Tahun

1.4    Tujuan
1.4.1    Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan karakteristik ibu hamil yang meliputi umur, pendidikan, status ekonomi, status pekerjaan dengan pengetahuan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten tahun
1.4.2    Tujuan Khusus
1.4.2.1    Diketahuinya gambaran karakteristik ibu hamil yang meliputi umur, pendidikan, status ekonomi dan status pekerjaan di Desa Kecamatan Kabupaten tahun
1.4.2.2    Diketahuinya gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil dengan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten tahun
1.4.2.3    Diketahuinya hubungan umur ibu hamil dengan pengetahuan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten tahun
1.4.2.4    Diketahuinya hubungan pendidikan ibu hamil dengan pengetahuan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten tahun
1.4.2.5    Diketahuinya hubungan status ekonomi ibu hamil dengan pengetahuan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten tahun
1.4.2.6    Diketahuinya hubungan status pekerjaan ibu hamil dengan pengetahuan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten tahun

1.5    Manfaat Penelitian
1.5.1    Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam melakukan penelitian sejenis.
1.5.2    Bagi Lahan Praktek
Sebagai bahan informasi tentang hubungan karakteristik ibu hamil dengan pengetahuan asupan makanan bergizi di Desa Kecamatan Kabupaten tahun
1.5.3    Bagi Ibu Hamil
Sebagai bahan informasi pada ibu hamil dalam menghadapi kehamilannya khususnya tentang asupan makanan bergizi
1.5.4    Bagi Penulis
Memberikan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang didapat ke dalam kondisi nyata di lapangan.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Antara Pengetahuan Orang Tua tentang Pemberian Makan Kepada Anak dengan Kejadian Obesitas pada Balita (kode078)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pemberian nutrisi secara seimbang pada anak harus dimulai sejak dalam kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil. Setelah lahir harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai anak berumur 6 bulan. Sejak berumur 6 bulan, anak diberikan tambahan atau pendamping ASI (PASI). Pemberian PASI ini penting untuk melatih kebiasaan makan yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang meningkat pada masa bayi dan prasekolah. Karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah sangat pesat, terutama pertumbuhan otak              (Nursalam,dkk.2005).
Namun tidak selamanya nutrisi pada anak terpenuhi dengan seimbang. Kondisi ini menimbulkan perbedaan keadaan gizi antara anak yang satu dengan anak yang lain. Ada kalanya anak memiliki keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik, dan keadaan gizi buruk. Keadaan gizi baik akan dapat dicapai dengan pemberian makanan yang seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan. Sedangkan gizi lebih atau gizi kurang terjadi bila pemberian makanan tidak seimbang menurut kebutuhan anak.
Obesitas merupakan kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan (Damayanti, 2004). Secara umum, kegemukan (obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya energi dari makanan dengan kalori yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi beberapa faktor, yaitu keluarga, penggunaan energi, dan keturunan (yatim, 2005).
Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas, yaitu genetik, lingkungan dan neuro (Juanita, 2004). Namun, berdasarkan hasil penelitian Badan International Obeysitas Task Force (ITF) dari badan WHO yang mengurusi anak yang kegemukan, 99% anak obesitas karena faktor lingkungan, sedangkan yang dianggap genetik biasanya bukan genetik tetapi akibat faktor lingkungan (Darmono, 2006). Faktor lingkungan ini dipengaruhi oleh aktifitas dan pola makan orang tua anak, misal pola makan bapak dan ibunya tidak teratur menurun pada anak, karena di lingkungan itu tidak menyediakan makanan yang tinggi energi, bahkan aktifitas dalam keluarga juga mendukung (Darmono, 2006).
Komplikasi dari anak – anak yang mengalami obesitas, bisa terjadi diabetes tipe 2 yang resisten terhadap insulin, sindrom metabolisme, muncul tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan tingkat blood lipid yang abnormal (Fauzin, 2006).
Menurut Roskitt dan Clair yang dikutip oleh Subardja D, 2004, “obesitas pada anak merupakan cikal bakal terjadinya penyakit degeneratif kardiovaskuler, Diabetes Mellitus, dan penyakit degeneratif lainnya yang dapat timbul sebelum atau setelah masa dewasa”.
Di Indonesia, angka kejadian obesitas terus meningkat, hal ini disebabkan perubahan pola makan serta pandangan masyarakat yang keliru bahwa sehat adalah identik dengan gemuk (Soetjiningsih, 1998). Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan makanan dan nilai makanan juga merupakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang (Budiyanto, 2004). Obesitas yang terjadi sebelum umur 5 tahun mempunyai kecenderungan tetap gemuk pada waktu dewasa, dari pada yang terjadi sesudahnya (Soetjiningsih, 1998).
Peningkatan prevalensi obesitas ini terjadi di Negara maju maupun berkembang. Menurut Damayanti, 2004 prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir naik dari 7,6 – 10,8% menjadi 13-14%. Sedangkan anak sekolah di Singapura naik dari 9% menjadi 19 %.
Mengutip Survey Kesehatan Nasional, di Indonesia prevalensi obesitas pada balita juga naik. Prevalensi obesitas pada tahun 1992 sebanyak 1,26% dan 4,58% pada 1999. Sedangkan berdasarkan data RSU Dr.bagian anak menyebutkan jumlah anak kegemukan (obesitas) 8% pada tahun 2004 dan menjadi 11,5% pada tahun 2005.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di, dari 122 siswa didapatkan data anak yang mempunyai status gizi Lebih (obesitas) sebanyak 21 orang atau 17,2%.
Melihat dari uraian di atas masalah yang terjadi adalah kejadian obesitas pada anak dan balita terus meningkat, serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak. Pengetahuan yang kurang ini dapat menyebabkan perilaku yang salah dalam memberikan dan mengawasi pola makan anaknya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang “Hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita”.

1.2    Rumusan masalah
Apakah ada hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita?

1.3    Tujuan penelitian
1.3.1    Tujuan umum
Untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita.
1.3.2    Tujuan khusus
1.3.2.1    Mengidentifikasi pengetahuan orang tua dari balita yang obesitas dan balita yang tidak obesitas di tentang pemberian makan kepada anak
1.3.2.2    Mengidentifikasi kejadian obesitas pada balita di
1.3.2.3    Menganalisis hubungan antara  pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita di.

1.4    Manfaat penelitian
1.4.1    Bagi program kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pembinaan dan pelatihan serta pioritas program dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat dan penanggulangan kasus obesitas di masyarakat, khususnya pada balita.
1.4.2    Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah kajian baru ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan dan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan penelitian selanjutnya
1.4.3 Bagi penulis
Penulis dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama di bangku kuliah dalam kehidupan yang nyata di tengah-tengah masyarakat.
1.4.3    Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan/ sumber rujuan bagi penelitian – penelitian selanjutnya.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan antara Pemberian Makanan Tambahan Dini dengan Pertumbuhan Berat Badan Bayi (kode076)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
ASI merupakan makanan alami pertama untuk bayi dan harus diberikan tanpa makanan tambahan sekurang-kurangnya sampai usia 4 bulan dan jika mungkin sampai usia 6 bulan. ASI harus menjadi makanan utama selama tahun pertama bayi dan menjadi makanan penting selama tahun kedua. ASI terus memberikan faktor-faktor anti infeksi unik yang tidak dapat diberikan oleh makanan lain  (Rosidah, 2003).
Setelah usia 4 bulan sampai 6 bulan disamping ASI dapat pula diberikan makanan tambahan, namun pemberiannya harus diberikan secara tepat meliputi kapan memulai pemberian, apa yang harus diberikan, berapa jumlah yang diberikan dan frekuensi pemberian untuk menjaga kesehatan bayi (Rosidah, 2003). Sehingga saat mulai diberikan makanan tambahan harus disesuaikan dengan maturitas saluran pencernaan bayi dan kebutuhannya (Narendra, dkk, 2002).
Di negara-negara yang sudah maju seperti Eropa dan Amerika, makanan padat sebelum tahun 1970 diberikan pada bulan-bulan pertama setelah bayi dilahirkan, akan tetapi setelah tahun tersebut banyak dilaporkan tentang kemungkinan timbulnya efek sampingan jika makanan tersebut diberikan terlalu dini. Waktu yang baik untuk memulai pemberian makanan padat biasanya pada umur 4 – 5 bulan. Resiko pada pemberian sebelum umur tersebut antara lain adalah kenaikan berat badan yang terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas (Pudjiadi, 2003).
Hasil penelitian oleh para pakar menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan balita, antara lain disebabkan kekurangan gizi sejak bayi dalam kandungan, pemberian makanan tambahan terlalu dini atau terlalu lambat, makanan tambahan tidak cukup mengandung energi dan zat gizi mikro terutama mineral besi dan seng, perawatan bayi yang kurang memadai dan ibu tidak berhasil memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Supriyono, 2003).
Menurut Cesilia M. Reveriani, pakar gizi anak Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menguraikan hasil survey penggunaan makanan pendamping ASI sekitar 49% bayi sebelum usia 4 bulan sudah diberi susu formula, 45,1% makanan cair selain susu formula dan 50% makanan padat. Pemberian susu formula makanan pendamping ASI cair dan yang diberikan pada bayi kurang dari 4 bulan cenderung dengan intensitas atau frekuensi yang sangat tinggi sehingga dapat membahayakan dan berakibat kurang baik pada anak, yang dampaknya adalah kerusakan pada usus bayi. Karena pada umur demikian usus belum siap mencerna dengan baik sehingga pertumbuhan berat badan bayi terganggu, antara lain adalah kenaikan berat badan yang terlalu cepat sehingga ke obesitas dan malnutrisi.
Pada Indonesia sehat 2010, target ASI eksklusif selama 4 bulan adalah 80%. Penelitian di Kabupaten Lamongan Jawa Timur tahun 2003 menunjukkan sebagian besar responden (59%) memberikan makanan tambahan sebelum bayi berusia 4 bulan dan 41% memberikan makanan tambahan kepada bayinya saat bayi berusia 4 bulan atau lebih (Supriyono, 2003).
Di Indonesia terutama di daerah pedesaan sering kita jumpai pemberian makanan tambahan mulai beberapa hari setelah bayi lahir. Kebiasaan ini kurang baik karena pemberian makanan tambahan dini dapat mengakibatkan bayi lebih sering menderita diare, mudah alergi terhadap zat makanan tertentu, terjadi malnutrisi atau gangguan pertumbuhan anak, produksi ASI menurun (Narendra, dkk, 2002).
Pada dasarnya dapat diharapkan bahwa bayi tidak akan makan secara berlebihan yaitu diberi makanan tambahan dini karena akan berakibat penambahan berat badan berlebihan (Behrman dan Vaughan, 1999).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 48.974 bayi, 16.729 bayi (33,11%) sudah mendapat makanan tambahan sebelum usia 4 bulan, di kecamatan Mulyorejo dari 1.603 bayi, 1.254 bayi (78,23%) sudah mendapat makanan tambahan sebelum usia 4 bulan. Dan di BPS saat penelitian pendahuluan pada bulan Mei dari 10 bayi, 7 bayi (70%) diantaranya sudah mendapat makanan tambahan sebelum usia 4 bulan.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :
Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan berat badan bayi?

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pemberian makanan tambahan dini  dengan pertumbuhan berat badan bayi.
1.3.2    Tujuan Khusus
1.3.2.1    Mengidentifikasi pemberian makanan tambahan.
1.3.2.2    Mengidentifikasi pertumbuhan berat badan bayi usia 4 bulan.
1.3.2.3    Menganalisa hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan berat badan bayi.

1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1    Bagi Peneliti
Menambah wawasan peneliti dalam mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan tentang  pemberian makanan tambahan.
1.4.2    Bagi BPS
Sebagai bahan masukan bagi BPS dalam menggalakkan KIE program  ASI eksklusif dan pemberian makanan tambahan.
1.4.3    Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Menambah wawasan dalam bidang gizi mengenai hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan berat badan bayi.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul