Arsip

Archive for November, 2012

Gambaran Tumbuh Kembang pada Balita yang Mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Play Group (kode070)

BABI
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Periode terpenting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Frankenbrurg dkk. (1981) melalui DDST (Denver Developmental Skreening Test) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu: personal sosial, gerakan motorik halus, bahasa, dan perkembangan motorik kasar(Soetjiningsih, 1995).
Dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, bab 1, pasal 1, butir 14, dinyatakan, “Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”
Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada bulan Maret 2002 menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12, terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di bawah Vietnam. Rendahnya kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualtias sumber daya manusia Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini tentunya sulit bagi bangsa Indonesia untuk mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber daya manusia yang dilaksanakan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan anak usia dini yang mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan sebagai program utuh dan dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman pentingnya pengembangan anak usia dini sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya manusia juga telah dilakukan oleh bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti Thailand, Singapura, termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan pendidikan anak usia dini di Singapura tergolong paling maju apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru menjangkau sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) telah dilaksanakan di Indonesia sejak lama, namun hingga tahun 2000 menunjukkan anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan masih rendah. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari sekitar 26,2 juta anak usia 0-6 tahun yang telah memperoleh layanan pendidikan dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5 juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). Sedangkan melalui penitipan anak dan kelompok bermain kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24% (Dida, 2010).
Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini saat ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumlah lembaga yang memberikan layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai program yang ada baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan Posyandu) yang telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan layanan secara utuh, belum bersinergi dan belum terintegrasi pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal ketiga aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan dan tumbuh kembang anak (Dida, 2010).
Angka partisipasi pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia masih rendah yakni di bawah 20. Padahal, negara-negara dengan penghasilan rendah sekalipun telah memiliki angka partisipasi rata-rata 24. Dengan angka itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling rendah tingkat partisipasi PAUD di dunia.
Menurut Direktur PAUD Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (Dirjen PLS) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Gutawa, Indonesia masih di bawah 20, padahal di negara dengan penghasilan rendah lainnya telah mencapai 24. Di bandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, angka partisipasi PAUD di Indonesia juga masih di bawah.
Di Indonesia tahun 2005 tercatat ada 28 juta anak usia 0-6 tahun. Jumlah anak usia PAUD yakni 2-4 tahun mencapai 11,8 juta. Dari jumlah tersebut, yang ikut PAUD baru sekitar 10,10. Dari 28 juta anak usia 0-6 tahun, sebanyak 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkan pendidikan usia dini. Sedangkan sisanya, 27 persen atau sekitar 7,5 juta anak, sudah mengenyam pendidikan usia dini seperti membaca dan berhitung yang dilakukan oleh lembaga-lembaga nonformal seperti kelompok bermain dan tempat penitipan anak (TPA).
Masih banyak kendala yang dihadapi dalam meningkatkan paritipasi PAUD di Indonesia. Banyak orang tua yang belum memahami pentingnya PAUD. Meskipun pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan pendidikan anak usia dini di Indonesia, PAUD masih menghadapi banyak problem yang kompleks dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Persoalan tersebut antara lain:ekonomi lemah,kualitas asuhan rendah,kualitas PAUD rendah, program intervensi orang tua rendah (Depdiknas, 2008).
Angka partisipasi kasar secara nasional  PAUD baru 50,03 % dari 29,8 juta anak di Indonesia. Rendahnya partisipasi ini lebih disebabkan oleh kesadaran orang tua terhadap keberadaan PAUD sebagai salah satu fase pendidikan sebelum masuk pada TK dan SD. Terlebih di pelosok, PAUD belum familiar (Partisipasi Terhadap PAUD Tendah, 2010).
Perilaku bermasalah anak pada aspek personal sosial menyangkut beberapa permasalahan, yaitu: pendiam, pemalu, minder, citra diri, yang negatif, egois, sulit berteman (bersosialisasi), menolak realitas (suka membuat kegaduhan), bersikap kaku (tidak obyektif), dan membenci guru tertentu. Dengan PAUD diharapkan dapat memberikan perubahan tumbuh kembang anak terutama pada aspek personal sosial sehingga anak lebih percaya diri, pandai bersosialisasi, dan memiliki kemandirian (Suyadi, 2010).
Perkembangan anak usia dini memang menarik untuk diikuti, terlebih pada usia tersebut merupakan “golden age” dimana peran lembaga PAUD sangat berperan didalamnya untuk membangun kecerdasan anak, hal ini dikemukakan Hj Wiwik Nurianti Suyanto, selaku ketua forum PAUD Kabupaten namun orang tua belum begitu tertarik untuk mendaftarkan anaknya untuk mengikuti PAUD.
 Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di PAUD Play Group  pada tanggal 2 Maretyang dilakukan wawancara secara langsung pada orang tua dan balita di PAUD Play Group  , penulis mendapatkan 27 populasi balita di PAUD Play Group  .Terdapat 24 balita yang aktif  secara kontinyu mengikuti program PAUD,  balita tersebut terlihat antusias mengikuti berbagai kegiatan, mereka terlihat lebih percaya diri dalam bergaul dengan temannya dibandingkan dengan 3 balita yang tidak aktif mengikuti PAUD yang terlihat takut bergaul dengan teman.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul, “Gambaran Tumbuh Kembang Pada Balita yang Mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Play Group  ”.

1.2    Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tumbuh kembang pada balita yang mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD) di play group  ?

1.3    Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran tumbuh kembang pada balita yang mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD) di play group  .

1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1    Bagi Tempat Penelitian
Memberi masukan informasi tentang tumbuh kembang personal sosial terutama pada balita sehingga dapat memberikan pendidikan yang tepat bagi anak usia dini dengan penyusunan metode ataupun yang tepat untuk pembelajaran di PAUD.

1.4.2    Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan, wacana dan pengetahuan tentang tumbuh kembang personal sosial balita yang mengikuti PAUD guna menambah kasanah pengetahuan, sehingga mahasiswa mempunyai wawasan yang lebih luas.

1.4.3    Bagi Peneliti
Sebagai bahan latihan berpikir ilmiah sehingga dapat memecahkan permasalahan nyata yang dihadapi dengan pola pikir ilmiah dan sebagai bahan kajian tumbuh kembang personal sosial balita dengan menggunakan  DDST yang telah didapatkan diteori selama perkuliahan sehingga mampu menerapkan dalam kebidanan.

1.5    Sistematika Penulisan
Uraian dalam proposal Karya Tulis Ilmiah ini dibagi menjadi 3 bab. Adapun yang terkandung dalam masing-masing bab adalah sebagai berikut:
BAB I     :    Berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II     :    Berisi tentang kajian teoritik atau landasan teori yang terdiri dari pembahasan tentang tumbuh kembang, pendidikan anak usia dini, kerangka konsep.
BAB III     :    Berisi tentang metodologi penelitian yang terdiri dari desain penelitian, populasi, sampel dan sampling, kriteria sampel, identifikasi variabel, definisi operasional, lokasi dan waktu penelitian, pengumpulan data dan analisa data, teknik pengolahan data, alat ukur yang digunakan, etika penelitian, keterbatasan peneliti, dan jadwal kegiatan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan terhadap Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif di RSUP (kode069)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.         Latar Belakang
Pemberian air susu ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu, pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar (Afifah, 2007). Selain itu, pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi (Nurmiati, 2008).
Pemberian ASI eksklusif adalah langkah awal bagi bayi untuk tumbuh sehat dan terciptanya sumber daya manusia yang tangguh, karena bayi tidak saja akan lebih sehat & cerdas, tetapi juga akan memiliki emotional quotion (EQ) dan social quotion (SQ) yang lebih baik (Sentra Laktasi Indonesia, 2007). Berdasarkan laporan 500 penelitian, The Agency for Healthcare Research and Quality menyatakan bahwa pemberian ASI berhubungan dengan pengurangan resiko terhadap otitis media, diare, infeksi saluran pernafasan bawah, dan enterokolitis nekrotikans (Massachusetts Department of Public Health Bureau of Family Health and Nutrition, 2008).
Namun pada kenyataannya, pengetahuan masyarakat tentang ASI eksklusif masih sangat kurang, misalnya ibu sering kali memberikan makanan padat kepada bayi yang baru berumur beberapa hari atau beberapa minggu seperti memberikan nasi yang dihaluskan atau pisang. Kadang- kadang ibu mengatakan air susunya tidak keluar atau keluarnya hanya sedikit pada hari-hari pertama kelahiran bayinya, kemudian membuang ASI-nya tersebut dan menggantikannya dengan madu, gula, mentega, air atau makanan lain.
Di negara berkembang, lebih dari sepuluh juta balita meninggal dunia pertahun, 2/3 dari kematian tersebut terkait dengan masalah gizi yang sebenarnya dapat dihindarkan. Penelitian di 42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang mempunyai dampak positif terbesar untuk menurunkan angka kematian balita, yaitu sekitar 13%. Pemberian makanan pendamping ASI yang benar dapat menurunkan angka kematian balita sebesar 6%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, perilaku memberikan ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan dapat menurunkan angka kematian 30.000 bayi di Indonesia tiap tahunnya (Sentra Laktasi Indonesia, 2007).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003, hanya 3, 7 % bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, sedangkan pemberian ASI pada usia 2 bulan pertama 64%, yang kemudian menurun pada periode berikutnya umur 3 bulan 45,5 %, pada usia 4-5 bulan 13,9% dan umur 6-7 bulan 7,8 %. Sementara itu ada peningkatan penggunaan pengganti air susu ibu (PASI) yang biasa disebut formula atau susu formula tiga kali lipat dalam kurun waktu 1997 dari 10,8% menjadi 32,4 % pada  tahun 2002, hali ini mungkin diakibatkan kurangnya pemahaman, dukungan keluarga dan lingkungan akan pemberian ASI secara eksklusif (Tjipta, 2009).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ” Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan  Terhadap Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif di RSUP Tahun ”, sehingga nantinya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan penyuluhan kepada ibu – ibu hamil mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi.

1.2.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu pasca melahirkan terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif di RSUP tahun .

  
1.3.    Tujuan Penelitian
1.3.1.    Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu-ibu pasca melahirkan terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif di RSUP Tahun .

1.3.2.    Tujuan Khusus
Tujuan – tujuan penelitian ini antara lain:
1    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan terhadap pentingnya ASI eksklusif berdasarkan karakteristik umur ibu-ibu pasca melahirkan di RSUP Tahun .
2    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan terhadap pentingnya ASI eksklusif berdasarkan karakteristik jenjang pendidikan ibu-ibu pasca melahirkan di RSUP Tahun 3    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan terhadap pentingnya ASI eksklusif berdasarkan karakteristik jumlah anak ibu-ibu pasca melahirkan di RSUP Tahun .

1.4.     Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk:
1.    Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi.
2.    Manfaat penelitian ini bagi masyarakat, ibu – ibu pasca melahirkan sebagai responden, diharapkan dapat memperluas pengetahuan terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi  dan sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan pengetahuan ibu terhadap pentingya pemberian ASI eksklusif pada bayi.
3.    Bahan masukan dan evaluasi pertimbangan bagi RSUP dalam menyusun kebijakan pada masa mendatang dalam upaya meningkatkan upaya pemberian ASI eksklusif.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Gambaran tentang Penderita TB Paru di Puskesmas (kode068)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang Masalah  
Hipertensi atau tekanan darah tinggi termasuk penyakit dengan prevalensi terbesar di seluruh dunia. Kondisi ini menjadi tantangan dalam kesehatan masyarakat, karena tingginya morbiditas dan mortalitas, serta biaya yang harus dikeluarkan pasien. Selama beberapa dekade, walaupun telah dilakukan berbagai penelitian, pelatihan serta edukasi pada masyarakat dan dokter, prevalensi penyakit ini tetap meningkat. Hal ini dikarenakan, belum ada perubahan yang berarti dari gaya hidup di masyarakat saat ini.14
Berdasarkan laporan WHO dan CDC (2002), diperkirakan penderita hipertensi di seluruh dunia berjumlah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun. Di Amerika diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi, dan stroke merupakan masalah utama. Oleh sebab itu, Amerika telah mengharuskan penduduk yang berusia di atas 20 tahun untuk memeriksakan tekanan darahnya minimal 1 kali dalam 2 tahun. 13,15
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga RI tahun 2001, data Pola Penyebab Kematian Umum di Indonesia, penyakit jantung dan pembuluh darah dianggap sebagai pembunuh no 1 di Indonesia.  Hasil survey juga menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan pria. 3,9
Di Indonesia, menurut Prof. dr. Syakib Bakri, Sp. PD-KGH dari Universitas Hasanudin dari hasil wawancara tahun 2008, Makassar, secara umum pada orang dewasa di atas 20 tahun, prevalensinya adalah sekitar 15-20%. Tetapi berdasarkan  prevalensi perkelompok usia, semakin tua usia, semakin besar risiko hipertensi. Sehingga prevalensi di atas usia 70 tahun itu sekitar 70 %, di atas 60 tahun 50% dan di atas 40 tahun 30%.14
Faktor risiko hipertensi meliputi faktor genetik, karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin dan ras, serta faktor lain seperti asupan natrium, obesitas dan stress. Faktor lingkungan sosiodemografi seperti sosial ekonomi, dan penuaan populasi juga berperan penting terhadap kejadian hipertensi melalui mekanisme pola diet, aktifitas fisik, stress, dan akses pelayanan kesehatan. 15
Penelitian menunjukkan bahwa sampai saat ini hipertensi masih under diagnosis, under treatment, dan belum tercapai pengendalian tekanan darah yang optimal pada penderita yang diberi terapi. Hipertensi disebut juga sebagai silent disease karena tidak menunjukkan gejala; sekitar 32% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa mereka mengalami hipertensi. Hipertensi memiliki potensi untuk menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar. Hipertensi dapat dicegah jika faktor-faktor resikonya lebih awal dikendalikan. Pendeteksian dini dan kepatuhan minum obat bagi penderita hipertensi adalah kunci untuk mengendalikan hipertensi.5,9
Untuk Puskesmas sendiri, menurut laporan tahun hipertensi masuk ke dalam kelompok sepuluh penyakit terbanyak. Hipertensi berada di urutan ke tujuh dengan presentasi sebesar 3,6% dari 7721 angka kesakitan yang ada di puskesmas ini.11
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas , Periode Januari – Desember .

1.2.    Rumusan Masalah
Pengendalian terhadap faktor resiko hipertensi dan kepatuhan pengobatan merupakan sentral dari pengendalian kasus hipertensi dan pencegahan terhadap komplikasi yang berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian yang dilakukan di Puskesmas , Kec. ini dilakukan untuk mengetahui :
1)    Bagaimanakah distribusi penyakit hipertensi menurut golongan umur di Puskesmas ?
2)    Bagaimanakah distribusi penyakit hipertensi menurut jenis kelamin di Puskesmas ?
3)    Bagaimanakah distribusi penyakit hipertensi menurut derajat hipertensi di Puskesmas ?
4)    Bagaimanakah distribusi derajat hipertensi berdasarkan golongan umur di Puskesmas ?
5)    Bagaimanakah distribusi derajat hipertensi berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas ?

1.3.    Tujuan Penelitian
Tujuan Umum.
Untuk memperoleh informasi mengenai distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas , Periode Januari – Desember .

Tujuan Khusus.
1)    Untuk mengetahui jumlah penderita hipertensi di Puskesmas .
2)    Untuk mengetahui distribusi penyakit hipertensi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
3)    Untuk mengetahui distribusi penyakit hipertensi berdasarkan pembagian derajat hipertensinya.
4)    Untuk mengetahui distribusi derajat hipertensi berdasarkan golongan umur.
5)    Untuk mengetahui distribusi derajat hipertensi berdasarkan jenis kelamin.

1.4.     Manfaat Penelitian
1)    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah daerah mengenai distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas .
2)    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Dinas Kesehatan mengenai distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas dalam pengendalian terhadap faktor-faktor risiko serta pencegahan terhadap komplikasi.
3)    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti lain, mengenai distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas .
4)    Hasil penelitian ini bermanfaat dalam penyelesaian studi peneliti dan berguna untuk kemajuan dalam penelitian di bidang kedokteran.
5)    Sebagai pengalaman yang berharga bagi peneliti sendiri dalam rangka memperluas wawasan mengenai kesehatan dan pengembangan kemampuan peneliti terutama di bidang penelitian.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Gambaran Status Gizi Anak di Panti Asuhan (kode067)

ABSTRAK

Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Pada anak, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk mengetahui kekurangan gizi tersebut, dapat dilakukan penilaian status gizi yang juga merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan pada anak. Menurut Centers for Disease Control (CDC), status gizi pada anak terbagi atas gizi baik, malnutrisi ringan, malnutrisi sedang, malnutrisi berat, overweight, dan obesitas.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan potong lintang (cross sectional). Penelitian ini bertujuan untuk menilai status gizi anak Panti dengan menggunakan baku yang telah tersedia dari grafik CDC-NCHS 2000 berdasarkan ketentuan eid indeks dari BB/TB melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan anak panti asuhan. Populasi penelitian adalah seluruh anak-anak di Panti pada tahun yang berjumlah 104 orang. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode total sampling. Data yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan bantuan SPSS untuk dianalisa secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan grafik.
Dari penelitian ini didapatkan sebagian besar anak memiliki status gizi baik dengan jumlah 80 orang (76,9%), kemudian anak dengan status gizi malnutrisi ringan sebanyak 15 orang (14,4%) dan sisanya adalah anak yang overweight sebanyak 9 orang (8,7%). Sedangkan malnutrisi sedang, malnutrisi berat, dan obesitas tidak ditemukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa panti asuhan telah baik dalam menangani masalah gizi anak-anak panti asuhan.
Kata Kunci: Status Gizi, Anak, Panti Asuhan

Nutrition holds an important key in human’s life cycle. In children, malnutrition will cause growing and development disorder and the consequences will continue until adulthood if this problem left untreated. In order to know the malnutrition status of a child, an assessment of nutrition status is done, which is one of child’s growth indicator. According to Centers for Disease Control (CDC), pediatric nutrition status consists of good nutrition status, mild malnutrition status, moderate malnutrition status, severe malnutrition status, overweight, and obesity.
This is a descriptive research with cross-sectional design. The purpose of this research is to assess the nutrition status of the children from Orphanage, using the standard provided by CDC-NCHS 2000 graphic based on weight-by-height eid-index through measuring body weight and height of the children in the orphanage. The research population is all of the children from Orphanage, with a total of 104 people by the year .The research sample is taken through using total sampling method. The data obtained were explored through the help of SPSS, to present a descriptive analysis in the form of distribution frequency tables and graphics.
The result shows that most of the children have a good nutrition status, which is a total of 80 chidren (76.9%), 15 children have mild malnutrition status (14.4%), and the rest of the 9 children are overweight (8.7%). While moderate malnutrition, severe malnutrition, and obesity were not found in the given result.
The result of the experiment proves that the orphanage have handled the children’s problem of nutrition well.
Key Words: Nutrition Status, Children, Orphanage

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Pada anak, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk mengetahui kekurangan gizi tersebut, dapat dilakukan penilaian status gizi yang juga merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan pada anak. Menurut Centers for Disease Control (CDC), status gizi pada anak terbagi atas gizi baik, malnutrisi ringan, malnutrisi sedang, malnutrisi berat, overweight, dan obesitas.
Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi. Kejadian kekurangan gizi sering terluput dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya usia harapan hidup (Atmarita, 2004 yang dikutip oleh Simarmata, 2009).
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28% dari jumlah anak Indonesia. Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5% (1989) menjadi 24,6% (2000).
Demikian halnya dengan status gizi buruk pada anak-anak di .pada tahun 2003 yang tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 12,35% dan gizi kurang 18,59%. Gizi kurang pada anak akan menghambat pertumbuhan dan kurangnya zat tenaga dan kurang protein (zat pembangun) sehingga perlu diperhatikan menu yang seimbang khususnya pada anak-anak untuk pencapaian Indonesia Sehat 2010 (Adisasmito W., 2007 yang dikutip oleh Habeahan, 2009)
Indonesia Sehat 2010 merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan. Visi pembangunan gizi adalah
mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat atau keluarga yang optimal (Dinkes, 2006).
Data-data di atas terdapat pada populasi yang umum. Namun demikian, status gizi anak yang hidup di panti asuhan belum banyak diketahui. Panti asuhan adalah sebuah wadah yang menampung anak-anak yatim piatu. Di mana anak¬anak yatim piatu (ataupun anak yang dititipkan orang tuanya karena tidak mampu) biasanya tinggal, mendapatkan pendidikan, dan juga dibekali berbagai keterampilan agar dapat berguna di kehidupannya nanti (Habeahan, 2009)
Daly, et al. (1979) mengutarakan bahwa konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai faktor dimensi yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu asupan makanan dan tingkat kesehatan. Asupan makanan dipengaruhi oleh pendapatan (dana yang tersedia), makanan, dan tersedianya bahan makanan. Sedangkan tingkat kesehatan dipengaruhi oleh pola pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan yang tepat (sanitasi), termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan (Supariasa, 2002).
Di Indonesia sebagaimana halnya dengan negara-negara berkembang lainnya, masalah kesehatan dan pertumbuhan anak sangat dipengaruhi oleh dua persoalan utama yaitu keadaan gizi yang tidak baik dan merajalelanya penyakit infeksi (Moehji, 1992 yang dikutip oleh Nasution R.E.S., 2007).
Antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi terdapat hubungan sebab akibat yang timbal balik dan sangat erat. Gizi yang buruk dapat menyebabkan terjadinya infeksi karena daya tahan tubuh menurun. Sebaliknya pula, penyakit infeksi yang sering diderita akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan zat gizi sedangkan nafsu makan menurun sehingga dapat mengakibatkan anak yang gizinya baik akan menderita gangguan gizi (Sajogyo, 1986 yang dikutip oleh Nasution R.E.S., 2007).
Dari penjelasan di atas, ada beberapa faktor yang mungkin muncul pada anak panti asuhan dibandingkan dengan populasi anak pada umumnya, mengingat panti asuhan dikelola sebagai tempat pengasuhan anak secara berkelompok, berbeda dengan anak-anak yang berada dalam tatanan rumah tangga yang diasuh secara langsung oleh ibu rumah tangga (anggota rumah tangga). Akibatnya pengasuhan dan perhatian terhadap nutrisi dan kesehatan mereka masing-masing secara langsung kurang, sehingga kemungkinan angka  malnutrisi tinggi. Demikian pula perbandingan jumlah anak yang lebih besar daripada jumlah pengasuh, sehingga perhatian terhadap status gizi pun akan lebih rendah. Kemungkinan lain berupa masalah dana yang rendah sehingga kebutuhan gizi tidak sebanding dengan asupan yang diterima anak-anak panti asuhan.
Terkait dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran status gizi anak panti asuhan.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran status gizi anak di Panti .

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menilai status gizi anak Panti
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1.    Mengukur berat badan dan tinggi badan anak Panti
2.    Mengetahui ada tidaknya gizi kurang (malnutrisi) pada anak Panti
3.    Mengetahui distribusi status gizi anak Panti berdasarkan usia dan jenis kelamin

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: a. Bagi peneliti:
1.    untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh semasa perkuliahan,
2.    dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat,
3.    dapat meningkatkan kemampuan dalam menerapkan pengetahuan statistik  ke dalam penelitian,
4.    dapat meningkatkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam meneliti berbagai macam bidang penelitian lainnya.
a.    Bagi mahasiswa, dapat digunakan sebagai bahan informasi, masukan, dan perbandingan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis,
b.    Bagi pengasuh panti asuhan, sebagai bahan masukan yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan mereka untuk menangani masalah status gizi anak-anak panti asuhan, menghindari faktor-faktor yang memperparah dan mengatasinya jika sudah timbul masalah, dapat juga melalui konsultasi pada ahli gizi,
c.    Bagi anak-anak panti asuhan, dapat menambah wawasan dan pengetahuan mereka akan pentingnya gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh,
d.    Bagi masyarakat, dapat menambah wawasan dan pengetahuan mereka tentang cara menilai status gizi anak dan pentingnya memberikan perhatian yang cukup mengenai masalah status gizi pada anak-anak panti asuhan,
e.    Bagi pemerintah, terutama departemen sosial, dapat digunakan sebagai upaya peningkatan pelayanan sosial pada anak di panti asuhan.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Gambaran Sikap Remaja terhadap Bahaya Seks Bebas di Sekolah (kode066)

ABSTRAK

Masa remaja adalah periode yang paling rawan dalam kehidupan seorang manusia, di mana pada masa ini individu tengah berada dalam masa transisi antara masa anak-anak dengan masa orang dewasa. Tidak sedikit permasalahan permasalahan dalam kehidupan remaja, terutama dalam masa kesehatan reproduksi. Salah satu masalah kesehatan reproduksi remaja yang semakin meningkat setiap tahunnya yaitu mengenai seks bebas. Penelitian yang dilakuakan oleh Synovate Research (September, 2004) tentang prilaku seksual remaja dengan jumlah sampel 450 remaja di 4 kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan mengemukakan 44% remaja telah melakukan hubungan seks pada usia   16 -18 tahun. Sementara 16 % lainnya melakukan hubungan seks pada usia 13-15 tahun.Di Jawa Barat, Pekerja seks komersial (PSK) yang mencapai sekitar 250 orang dari sekitar 3899 orang yang mengidap HIV / AIDS. Secara umum pengidap HIV/AIDS didominasi oleh kalangan remaja yang berusia antara 15-29 tahun sebanyak 58%. Tertularnya HIV/AIDS terbanyak melalui jarum suntik atau pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) yang mencapai 2747 orang dan seks bebas sebanyak 840 orang (Sumber Harian Seputar Indonesia, Jum’at 12 Desember 2008). Jumlah kasus HIV/AIDS di kota merupakan wilayah kedua terbanyak, dengan 187 kasus. Dalam kurun waktu 2004-2007, jumlah pengidap HIV di Kota mencapai 558 orang, sedangkan penderita AIDS 441 orang ungkap Direktur Program Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Sehati, Novan Andri Purwansjah di .
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sikap remaja terhadap bahaya seks bebas di tahun .
Penelitian ini menggunakan data primer. Responden penelitian adalah siswa-siswi yang berjumlah 41 orang. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat.
Hasil penelitian menunjukkan seluruh responden mempunyai sikap positif terhadap bahaya seks bebas.
Mengacu pada hasil penelitian ini, perlunya diadakan pembelajaran mengenai seks di sekolah untuk lebih memperkenalkan kepada murid. Dan diharapkan orang tua dan guru mampu menanamkan maral agama sedini mungkin kepada anak atau murid agar kelak dapat membentangi hidup mereka dari perubahan-perubahan yang buruk.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Konfrensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (Intrnational Conference on Population and Developmen) tahun 1994 di Kairo mengeluarkan program aksi mengenai kependudukan dan pembangunan. Salah satu program aksi itu adalah hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Kelompok sasaran dalam program aksi tersebut tidak hanya kelompok pasangan usia subur, namun juga remaja (Hidayat, 1999)
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, pada masa ini terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang cepat, baik fisik mental maupun psikososial. World Health Organization (WHO) membedakan dua kelompok usia kaum muda yaitu 10 – 19 tahun sebagai (adolescence), dan 15 – 24 tahun sebagai (youth).
Perubahan alamiah dalam diri remaja sering berdampak pada permasalahan remaja yang serius. Pada hakekatnya permasalahan yang dihadapi remaja bersumber pada perubahan organo-biologik akibat pematangan         organ-organ reproduksi yang sering tidak diketahui oleh remaja itu sendiri. Perubahan ini akan memberikan dorongan psikologis dan emosional tertentu yang tidak jarang menimbulkan kebingungan dalam diri remaja serta orang disekitar remaja seperti orang tua, guru, atau teman sebayanya (Soejati, 2001). Oleh karena itu, remja perlu dipersiapkan untuk menghadapi perubahan-perubahan yang akan dialaminya sehingga tidak trejebak dalam konflik yang akhirnya akan mengganggu proses perkembangan remaja itu sendiri.
Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya berbagai kesempatan dan seringkali menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi. Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial terhadap remaja semakin menjadi perhatian di seluruh penjuru dunia. Risiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan misalnya tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidak setaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup yang populer.
Masalah kesehatan reproduksi remaja yang semakin meningkat setiap tahunnya yaitu hubungan seks bebas. Topik penelitian tentang masalah keshatan reproduksi remaja khususnya seks bebas mengalami perkembangan yang cukup berarti.
Penelitian yang dilakuakan oleh Synovate Research (September, 2004) tentang prilaku seksual remaja dengan jumlah sampel 450 remaja di 4 kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan mengemukakan 44% remaja telah melakukan hubungan seks pada usia 16 -18 tahun. Sementara 16 % lainnya melakukan hubungan seks pada usia 13-15 tahun.
Di Jawa Barat, Pekerja seks komersial (PSK) yang mencapai sekitar 250 orang dari sekitar 3.899 orang yang mengidap HIV / AIDS. Secara umum pengidap HIV/AIDS didominasi oleh kalangan remaja yang berusia antara 15-29 tahun sebanyak 58%. Tertularnya HIV/AIDS terbanyak melalui jarum suntik atau pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) yang mencapai 2.747orang dan seks bebas sebanyak 840 orang (Sumber Harian Seputar Indonesia, Jum’at 12 Desember 2008)
Jumlah kasus HIV/AIDS di kota merupakan wilayah kedua terbanyak, dengan 187 kasus. Dalam kurun waktu 2004-2007, jumlah pengidap HIV di Kota mencapai 558 orang, sedangkan penderita AIDS 441 orang ungkap Direktur Program Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Sehati, Novan Andri Purwansjah di .
Dengan tingginya dampak dari pergaulan dan seks bebas khususnya di kota , maka penulis sangat tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap bahaya seks bebas. Dan penulis mencoba mengambil sampel pada remaja di di kota .

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, mendorong penulis untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap bahaya seks bebas.

1.3    Pertanyaan Penelitian
1.3.1    Bagaimanakah gambaran sikap remaja terhadap bahaya seks bebas di tahun ?
1.3.2    Bagaimana gambaran jenis kelamin remaja di tahun ?
1.3.3    Bagaiman gambaran umur remaja di tahun ?
1.3.4    Bagaimana gambaran pengetahuan remaja di tahun ?
1.3.5    Bagaimana gambaran keterpaparan media informasi yang diperoleh remaja di tahun ?

1.4    Tujuan Penelitian
1.4.1    Tujuan Umum
Mengetahui gambaran sikap remaja terhadap bahaya seks bebas                   di tahun
1.4.2    Tujuan Khusus
1.4.2.1    Diperoleh frekuensi sikap remaja terhadap bahaya seks bebas          di tahun .
1.4.2.2    Diperoleh distribusi frekuensi jenis kelamin remaja di tahun .
1.4.2.3    Diperoleh distribusi frekuensi umur remaja di tahun .
1.4.2.4    Diperoleh distribusi frekuensi pengetahuan remaja di tahun .
1.4.2.5    Diperoleh distribusi frekuensi keterpaparan media informasi remaja di tahun .

1.5    Manfaat Penelitian
1.5.1    Bagi Sekolah
Meningkatkan pemahaman akan pentingnya pendidikan seks pada remaja dan sebagai bahan masukan dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan remaja mengenai bahaya seks bebas.
1.5.2    Bagi Institusi
        Meningkatkan saling pengertian dan kerjasama antara mahasiswa dan staf  pengajar, serta sbagai bahan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap bahaya seks bebas.
1.5.3    Bagi Peneliti
        Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian, meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyaraka, dan mengembangkan daya nalar, minat  dan kemampuan dalam bidang penelitian.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul