Arsip

Posts Tagged ‘gambaran perilaku’

Gambaran Prilaku Ibu Mengenai Status Gizi Buruk pada Balita di Desa (kode064)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan. Masalah gizi erat kaitannya dengan kemiskinan,  masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index ( HDI ). (Suruni, 2006)
Sekitar 37,3 juta penduduk  di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, separuh dari total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi.Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang, artinya asupan zat gizi harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kebutuhan nutrisi pada setiap orang berbeda-beda berdasarkan unsur metabolik dan genetikanya masing-masing. Nutrisi yang baik akan ikut membantu pencegahan terjadinya penyakit yang akut dan kronik. Keseimbangan antara asupan dan kebuuhan zat gizi sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, kesehatan, aktivitas anak, dan hal-hal lainnya. (Supariasa, 2001).
Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs), menegaskan bahwa tahun 2015 setiap negara sudah harus bisa menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Salah satu dari tujuan MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita sebesar 20% tiap tahunnya. (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, 2007)
Di Indonesia Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk pun telah disusun dan kemudian digulirkan sejak pertengahan tahun 2005 lalu. Salah satu sasarannya adalah menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 20 persen (termasuk penurunan prevalensi gizi buruk menjadi 5 persen) pada tahun 2009. (Martinah, 2008)
Prevalensi gizi buruk balita  cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Secara nasional, pada tahun 2008 sebanyak 110 kabupaten/kota di Indonesia mempunyai peningkatan prevalensi gizi buruk sebesar 30%, yang menurut World Health Organization (WHO) dikelompokkan sangat tinggi. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena mengancam kualitas sumber daya manusia kita di masa mendatang dan mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Rendahnya IPM di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk. (Martinah, 2008)
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Anwar (2006) di Lombok Timur. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antr pegetahuan ibu dengan status gizi balita. Ibu dengan pengetahuan gizi rendah beresiko lebih tinggi memiliki balita gizi buruk dibandingan ibu dengan pengetahuan gizi baik. (Anwar,2006)
Berdasarkan hasil penelitian Suwiji (2006) di Kabupaten Blora, terdapat hubungan yang bermakna pola asuh terhadap status gizi balita. Pola asuh pada balita meliputi praktek pemberian makanan atau minuman prelaktal, praktek pemberian kolostrum, praktek pemberian ASI, praktek penyapihan dan praktek pemberian makanan pendamping ASI (Suwiji,2006)
Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pada 2004 jumlah balita gizi buruk 1.528.676 anak. Dan pada tahun 2005 jumlah itu turun berkurang 13,7 persen menjadi 1.319.247 balita yang menderita gizi buruk.
Penurunan prevalensi gizi buruk di provinsi Klaimantan Timur adalah 19,4%  pada tahun 2007, hampir mencapai standar nasional yaitu 20%. Tetapi di antar 13 kabupaten atau kota yang ada di Kalimantan Timur, terdapat 4 kabupaten atau kota yang belum mencapai target nasional yaitu Bulungan, Nunukan, Kutai Barat dan (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, 2007)
Salah satu kabupaten yang belum mencapai target nasional dalam hal penurunan status gizi buruk adalah Kabupaten .Pada tahun 2007, prevalensi status gizi buruk pada balita di wilayah adalah 5,7 persen balita mengalami gizi buruk. Angka ini belum mencapai standar nasional yaitu 20%. (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, 2007)
Salah satu kecamatan di yang memiliki jumlah balita gizi buruk tertinggi adalah Kecamatan .Pada tahun , di wilayah terdapat 14 balita gizi buruk dari 182 balita atau sebesar 7,69%. (Profil Dinas Kesehatan , )
Terdapat 8 desa di Kecamatan yaitu Desa , Desa Kelinjau Ilir, Gemar Baru, Senyiur, Muara Dun, Long Nah, Long Tesaq dan Long Poq. Desa yang memiliki jumlah balita gizi buruk terbanyak adalah desa 13 balita gizi buruk dari 182 balita atau sebesar 7,14% pada tahun .(Buku Register Gizi Puskesmas , )
Tingkat pendidikan ibu yang rendah dan kurangnya informasi ibu mengenai pendidikan gizi, menyebabkan pengetahuan ibu rendah mengenai gizi.
Sikap ibu disini maksudnya persepsi masyarakat terhadap penanganan gizi buruk, pandangan masyarakat terhadap manfaat dan pelayanan yang diberikan puskesmas maupun posyandu. Sebagian besar masyarakat malas untuk datang walaupun hanya sekedar untuk menimbang balita mereka ke posyandu yang hanya satu bulan sekali.
Pola asuh balita di wilayah tersebut para ibu balita cenderung kurang memperhatikan para balita mereka seperti kurangnya para ibu merawat, menjaga, memberi makan, hygen balita,dan  memperhatikan balita nya agar senantiasa terjaga dan terawat.
Pengaruh budaya yang masih sangat kental diwilayah ini membuat para ibu yang memiliki balita cenderung terus-menerus mewarisi tradisi tersebut seperti halnya seorang ibu yang memberikan MP-ASI kepada bayi yang masih berusia 2 hari, selain itu juga terdapat kebiasaan makan yaitu setelah orang tua selesai makan baru balita diberi makan dengan menu yang sama dari orang tua untuk balita. Tidak ada perbedaan menu makan bagi orang tua dan balita.
Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran prilaku ibu mengenai status gizi buruk pada balita di Desa kecamatan Kabupaten .

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari latar belakang, maka dirumuskan masalah bagaimana prilaku ibu mengenai status gizi buruk pada balita di desa Kecamatan tahun .

C.    Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum
Untuk mengeksplorasi prilaku ibu mengenai status gizi buruk pada balita di desa Kecamatan Kabupaten tahun .
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengidentifikasi sikap ibu yang memiliki balita gizi buruk di Desa Kecamatan Kabupaten tahun .
b.    Untuk mengidentifikasi pengetahuan gizi ibu yang memiliki balita gizi buruk di Desa Kecamatan Kabupaten tahun .
c.    Untuk mengidentifikasi pola asuh ibu terhadap status gizi balita di Desa Kecamatan Kabupaten tahun .
d.    Untuk mengidentifikasi budaya setempat terhadap status gizi balita di Desa Kecamatan Kabupaten tahun .

D.    Manfaat Penelitian
1.    Bagi Ibu dan Balita
Untuk menambah pengetahuan ibu tentang status gizi buruk khususnya pada balita di wilayah desa Kecamatan .
2.    Bagi  jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Penelitian ini dapat di jadikan referensi untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang penentuan status gizi.
3.    Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya pencegahan gizi buruk pada balita khususnya di wilayah desa Kecamatan .
4.    Bagi Peneliti
Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian khususnya tentang status gizi buruk pada balita di wilayah desa Kecamatan .

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Gambaran Perilaku Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Kecamatan (kode063)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Dalam mempersiapkan generasi yang tangguh dan cerdas di masa depan adalah tanggung jawab bersama semua pihak. Baik tidaknya proses tumbuh kembang fisik, mental maupun sosial anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor gizi, sosial budaya, pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Impian setiap orang tua adalah mempunyai anak yang sehat, cerdas, dan berkepribadian baik.Langkah awal untuk dapat mewujudkan impian tersebut adalah melalui pemberian makanan pertama atau makanan awal yang benar, dengan kualitas dan kuantitas yang optimal.Setelah itu dilanjutkan dengan memberikan makan makanan anak yang bergizi yang seimbang serta imunisasi yang dilakukan secara teratur.Gangguan gizi pada masa bayi dan anak dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bayi tersebut dikemudian hari. Penelitian ilmiah membuktikan bahwa bayi akan tumbuh lebih sehat dan lebih cerdas dengan diberi Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama empat-enam bulan pertama kehidupannya (Roesli, 2000).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 450 bulan April tahun 2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak bayi lahir sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak umur 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai (Roesli, 2002).
Angka Kematian Bayi di Indonesia saat ini masih yang tertinggi di antara negara-negara di ASEAN(Association South East Asia Nation).Tingginya angka kematian bayi di Indonesia tersebut diperkirakan ada kaitannya dengan pemberian ASI yang akhirnya akan berkorelasi dengan terjadinya gizi buruk (Survey Demografi Kesehatan Indonesia, 1997-2003).
United Nations ChildrenFund (UNICEF) menyatakan sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dapat dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak kelahiran, tanpa harus memberikan makanan atau minuman tambahan pada bayi. The World Alliance for BreastfeedingAction (WABA) memperkirakan 1 juta bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran, kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai dengan enam bulan. Namun kesadaran para ibu untuk memberikan ASI eksklusif di Indonesia baru sekitar 14% (Survey Demografi Kesehatan Indonesia, 1997-2003).
Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif antara lain pengetahuan ibu tentang pemberian ASI eksklusif masih rendah, tatalaksana rumah sakit yang salah dan banyaknya ibu yang mempunyai pekerjaan di luar rumah. Beberapa rumah sakit menganjurkan susu formula pada bayi yang baru lahir sebelum ibunya mampu memproduksi ASI. Hal ini menyebabkan bayi tidak terbiasa menghisap ASI dari puting susu ibunya (Suradi, 2004).
Di dalam denyut kehidupan kota besar, kita lebih sering melihat bayi diberi susu botol daripada disusui oleh ibunya. Sementara di pedesaan, kita melihat bayi yang baru berusiasatu bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI (Roesli, 2000).
Berdasarkan hasil di atas, maka peneliti tertarik untuk menelitimengenai perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi.

1.2.    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi masalah adalah gambaran perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi di kecamatan tahun .

1.3.    Tujuan Penelitian
1.3.1.    Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaranperilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Kecamatan Denai tahun .

1.3.2.    Tujuan Khusus
1.    Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian ASI eksklusif
2.    Untuk mengetahui sikap ibu terhadappemberian ASI eksklusif  pada bayi
3.    Untuk mengetahui tindakan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif  pada bayi

1.4.    Manfaat Penelitian
a.    Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan yang ada di puskesmas dalam menyusun program kebijakan yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif
b.    Sebagai bahan masukan kepada petugas dan kader posyandu untuk meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya memberikan ASI kepada bayi terutama bayi baru lahir dan meningkatkan upaya pelaksanaan manajemen laktasi
c.    Menambah pengetahuan masyarakat khususnya ibu yang mempunyai bayi tentang manfaatnya pemberian ASI eksklusif
d.    Menambah informasi dan wawasan peneliti tentang pemberian ASI eksklusif pada bayi.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul