Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan K4 di Desa (kode080)
1.1 Latar Belakang
Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, dan dapat dinilai dari derajat kesehatan masyarakat. Padahal situasi derajat kesehatan Indonesia masih rendah. Hal itu bisa dibaca dari peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang masih pada peringkat 107 dari 177 negara berdasarkan penilaian lembaga kependudukan dunia, UNDP tahun 2007, berada di bawah Vietnam. Sekretaris Jenderal Depkes Dr Sjafii Ahmad MPH pada jumpa pers HKN ke-44 di Jakarta , memaparkan, rendahnya derajat kesehatan Indonesia lantaran masih tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan angka gizi kurang.
Dari ketiga masalah tersebut, yang menjadi prioritas tertinggi yaitu angka kematian ibu hamil, karena rawannya masalah kesehatan ibu ini memberikan dampak yang bukan terbatas pada kesehatan ibu saja tetapi berpengaruh secara langsung terhadap kesehatan janin dan bayi. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 – 2003, AKI di Indonesia masih tinggi, yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Di dalam buku Pedoman Pelayanan Antenatal Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI disebutkan bahwa situasi ini menjadikan AKI di Indonesia tertinggi di ASEAN, sehingga menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Sedangkan menurut Profil Kesehatan Kabupaten angka kematian ibu maternal ( AKI ) adalah sebesar 94,5 per 100.000 kelahiran hidup. Dirjen Bidang Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan, Dr Azrul Azwar mengatakan, tingginya AKI dapat disebabkan “3 TERLAMBAT”, yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat membawa ke rumah sakit dan terlambat mendapat pertolongan. Disamping itu akibat “4 TERLALU”, yakni terlalu muda, terlalu banyak anak, terlalu sering hamil dan terlalu sering melahirkan.
Masalah tingginya kematian ibu hamil ini dapat kita cegah dengan mengadakan upaya promotif dan preventif, yang dapat dilakukan dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan ibu hamil ke sarana kesehatan, minimal 4 kali selama kehamilan, dimana 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan rutin ini kesehatan ibu dan janin terpantau secara berkesinambungan, dan apabila ada komplikasi dalam kehamilan ibu tersebut dapat ditemukan sedini mungkin dan dilakukan penanganan cepat dari tenaga kesehatan. Dan didapatkan dalam Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) 2001 angka kematian ibu maternal dapat diturunkan sampai 20% hanya dengan pelayanan kesehatan dasar seperti pelayanan antenatal.
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Puskesmas tahun menunjukkan indikator kunjungan pemeriksaan kehamilan K4 belum mencapai target yakni hanya 84,06% dari target 94% yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten berarti telah terjadi kesenjangan antara cakupan dengan target sebesar 9,94%, dan hal ini menjadi masalah kesehatan yang terjadi di Kecamatan .
Faktor – faktor menurut H.L Blum yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu masalah kesehatan yaitu herediter, lingkungan, sarana pelayanan kesehatan, dan lifestyles. Lifestyles meliputi perilaku ibu hamil untuk datang memeriksakan kehamilan, sebelum seseorang berperilaku maka orang tersebut terlebih dahulu mempunyai sikap dan persepsi yang didapatkan dari pengalaman dan pengetahuan yang dialami sebelumnya. Hal tersebut dijadikan dasar dan paradigma untuk bertindak sehingga tingkat pengetahuan merupakan yang urgent dalam menentukan determinan perilaku (Notoatmodjo, 1997).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ichda Masrianto dan Moh Hakimi tentang Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Pelayanan Antenatal di Kecamatan Kalimanah Kabupaten Purbalingga memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap kunjungan antenatal.
Dari rekapitulasi PWS ( Pemantauan Wilayah Setempat ) KIA untuk 13 desa di wilayah Puskesmas bulan Januari sampai Desember didapatkan Desa memiliki cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K4 yang terendah yaitu hanya sebesar 57,14%. Inilah alasan pemilihan Desa untuk dilakukan penelitian dan terapi komunitas untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu hamil terhadap kunjungan pemeriksaan kehamilan K4, sehingga cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K4 dapat ditingkatkan pada tahun mendatang.
1.2 Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan K4 di Desa Kecamatan Kabupaten pada Januari sampai Mei ?
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Manfaat bagi Peneliti
1. Sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan penelitian khususnya di bidang kesehatan.
2. Sebagai sarana untuk mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh di Fakultas Kedokteran .
1.3.2 Manfaat bagi Masyarakat
1. Sebagai wacana pengetahuan masyarakat Desa Kecamatan Kabupaten .
2. Sebagai sarana memperoleh pengetahuan masyarakat Desa
Kecamatan Kabupaten tentang pentingnya memeriksakan
kehamilannya minimal 4 kali ke sarana pelayanan kesehatan.
1.3.3 Manfaat bagi Institusi Kesehatan
1. Sebagai bahan evaluasi terhadap program pemerintah dalam bidang Kesehatan Ibu dan Anak.
2. Sebagai sarana untuk membantu meningkatkan persentase cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K4 di Desa Kecamatan Kabupaten .
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan dan penyusunan program-program Kesehatan Ibu dan Anak.
Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap tentang Bahaya Rokok dengan Tindakan Pencegahan Merokok Siswa di Sekolah (kode079)
1.1 Latar Belakang
Konsumsi rokok dan tembakau merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler, stroke, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru, kanker mulut, dan kelainan kehamilan. Penyakit-penyakit tidak menular tersebut saat ini merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk di negara kita Indonesia. Konsumsi tembakau/rokok membunuh satu orang setiap detik. Global Youth Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 melaporkan lebih dari 1/3 (37,3%) pelajar biasa merokok, anak laki-laki lebih tinggi dari perempuan, yaitu pada anak laki-laki sebesar 61,3% responden sedangkan pada anak perempuan sebesar 15,5% responden. (Kemenkes, 2010).
Tidak ada cara yang aman untuk merokok kecuali menghentikannya sama sekali. Meskipun dipasar tersedia rokok dengan kadar nikotin yang rendah namun tidak benar bahwa rokok yang rendah nikotin akan menghindarkan perokok dari bahaya nikotin. Argumentasi bahwa rokok dengan kadar nikotin yang rendah tidak berbahaya hanyalah untuk pembenaran tindakan semata. Satu hal jika ingin hidup sehat dan tidak ingin mengalami gangguan kesehatan, tidak ada kompromi, yakni berhenti dan jauhi rokok.
Dalam penelitian penentuan kadar nikotin dalam sebatang rokok, menunjukkan bahwa kandungan dalam rokok kretek lebih besar dari rokok filter. Perbedaan ini selain dikarenakan perbedaan dalam pembentukannya, juga disebabkan karena asap rokok arus samping terus menerus dihasilkan selama rokok menyala walaupun tidak sedang dihisap. Dengan kata lain bahwa kadar nikotin yang dilepaskan ke udara lebih besar dari yang dihisap oleh perokok. Hal ini membuktikan bahwa perokok pasif lebih berbahaya dari perokok aktif (Susanna dkk, 2003).
Dalam penelitian lain oleh Nasution dari Universitas Sumatera Utara tentang perilaku merokok pada remaja, didapat kesimpulan bahwa perokok pada umumnya dimulai pada usia remaja (diatas 13 tahun). Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu remaja merokok yaitu disebabkan oleh faktor psikologis dan dalam mengatasi stres. Semakin stres yang dialami, semakin banyak rokok yang mereka konsumsi (Nasution, 2007).
Dari penelitian di Indonesia, terdapat 31% responden mulai merokok di usia 10-17 tahun, 11% responden pada usia 10 tahun atau kelas V dan VI SD. Di Jakarta Selatan di antara anak umur 12-18 tahun, 80%-nya telah menjadi perokok. Survei yang diadakan Yayasan Jantung Indonesia tahun 1990 pada anak-anak berusia 10-16 tahun menunjukkan angka perokok berusia 10 tahun 9% responden, 12 tahun 18% responden, 13 tahun 23% responden, 14 tahun 22% responden dan 15-16 tahun 28% responden (Istiqomah, 2003).
Berdasarkan data Riskesdas 2007, prevalensi merokok di Indonesia naik dari tahun ke tahun. Persentase pada penduduk berumur >15 tahun adalah 35,4 persen aktif merokok (65,3 persen laki-laki dan 5,6 persen wanita), artinya 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok aktif.
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 prevalensi penduduk yang pertama kali mulai merokok tiap hari pada kelompok umur 5-9 tahun di Sulawesi Utara yaitu 1,1%. Pada kelompok umur 10-14 tahun yaitu 16,6% dan pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu 44,7% (Riskesdas, 2010). Hal ini menunjukkan pada anak usia sekolah Menegah Pertama dengan umur berkisar 11-15 tahun sudah tercatat ada yang telah merokok.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2007).
Terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support). Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran tidak langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).
SMAN dilihat dari segi bahasa arab dari kata darasa yang artinya belajar, sedangkan SMAN itu sendiri berarti tempat belajar. Persamaan kata SMAN dalam bahasa Indonesia adalah sekolah, sementara itu pengertian yang berasal dari bahasa arab diatas menunjukkan bahwa tempat belajar tidak mesti di suatu tempat tertentu, tetapi bisa dilaksanakan dimana saja, misalnya dirumah, surau, langgar atau di masjid. Secara istilah SMAN berarti lembaga pendidikan yang mempunyai porsi lebih terhadap mata pelajaran agama khususnya Islam atau sering disebut dengan sekolah agama. Dalam perkembangan selanjutnya, kata SMAN secara teknis mempunyai arti atau konotasi tertentu, yaitu suatu gedung atau bangunan tertentu yang lengkap dengan segala sarana dan fasilitas yang menunjang proses belajar agama (Muniarsih, 2008).
Perbedaan utama SMAN dengan pesantren terletak pada sistem pendidikannya. SMAN menganut sistem pendidikan formal (dengan kurikulum nasional, pemberian pelajaran dan ujian yang terjadwal, bangku dan papan tulis seperti umumnya sekolah model Barat) sedangkan pesantren menganut sistem non-formal (dengan kurikulum yang sangat bersifat lokal, pemberian pelajaran yang tidak seragam, sering tanpa ujian untuk mengukur keberhasilan belajar siswa) (Akhwan, 2008).
SMAN ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah pertama dan menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum (Muniarsih, 2008).
SMAN merupakan salah satu sekolah SMAN setingkat menengah pertama di Sulawesi Utara yang terletak di Kecamatan Bunaken dengan siswa yang beragama Islam. Siswa merupakan remaja generasi muda penerus bangsa. Untuk itu, perlu mempersiapkan generasi mudanya sebaik mungkin. Salah satu persiapan dan perencanaan untuk membentuk generasi muda yang sehat di antaranya dengan membebaskan remaja dari cengkraman rokok. Hal ini menjadi alasan dilakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan dan sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok siswa di SMAN.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok dan apakah terdapat hubungan antara sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok siswa Sekolah SMAN?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok siswa di Sekolah SMAN.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan siswa Sekolah SMAN tentang bahaya rokok.
2. Mengetahui gambaran sikap siswa Sekolah SMAN terhadap bahaya rokok.
3. Mengetahui gambaran tindakan siswa SMAN tentang pencegahan merokok.
4. Mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok siswa SMAN.
5. Mengetahui hubungan antara sikap tentang bahaya rokok dengan tindakan pencegahan merokok siswa SMAN.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
a. Memberikan informasi dan masukan kepada SMAN mengenai perilaku merokok pada siswa.
b. Sebagai landasan dalam pembuatan kebijakan yang mengatur tentang pengendalian rokok di SMAN.
c. Sebagai bahan bacaan dan wawasan bagi siswa dalam hal pemahaman dan upaya pencegahan merokok.
2. Bagi Masyarakat dan Orang Tua
a. Bagi masyarakat dapat memberikan penjelasan apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap dengan tindakan merokok di kalangan siswa sehingga dapat melakukan pencegahan penyakit-penyakit yang diakibatkan kebiasaan merokok.
b. Bagi orang tua dapat memberikan gambaran pengaruh internal keluarga terhadap kebiasaan merokok siswa sehingga orang tua dapat memberikan upaya penanggulangan dan lebih memperhatikan perilaku khususnya merokok.
3. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam menambah pengetahuan tentang bahaya rokok dan memperluas wawasan mengenai sikap tentang bahaya rokok dan tindakan pencegahan merokok.