Arsip

Posts Tagged ‘TB Paru’

Hubungan Kondisi Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas (kode088)

ABSTRAK

Hubungan Kondisi Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Di Wilayah Kerja Puskesmas Tahun.
Kecamatan Sungai Kunjang merupakan salah satu dari 6 Kecamatan yang ada di Kota dan menjadi urutan kedua dalam jumlah kasus Tuberkulosis Paru Bakteri Tahan Asam positif pada tahun 2008 yakni 68 penderita. Puskesmas adalah salah satu Puskesmas yang ada di wilayah Kecamatan Sungai Kunjang dan menjadi urutan terbanyak penderita Tuberkulosis Bakteri Tahan Asam positif dari 3 Puskesmas di wilayah Kecamatan Sungai Kunjang.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan kepadatan penghuni, ventilasi rumah, pencahayaan rumah, suhu rumah dan kelembaban rumah terhadap kejadian Tuberkulosis Paru Bakteri Tahan Asam Positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun.
Metode penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan kasus kontrol. Sampel penelitian adalah penderita Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas, dengan jumlah sampel kasus 24 orang dan kontrol 48 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan penghuni, ventilasi, pencahayaan, suhu dan kelembaban rumah berhubungan dengan kejadian Tuberkulosis dan merupakan faktor risiko kejadian Tuberkulosis dengan OR kepadatan penghuni 9,2, OR ventilasi 15, OR pencahayaan 41,8, OR suhu 77,4 dan OR kelembaban 35.
Saran yang dapat diberikan yaitu meningkatkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat mengenai rumah sehat. Karena masih banyak masyarakat yang tidak menyadari pengaruh kepadatan penghuni, ventilasi, pencahayaan, suhu dan kelembaban rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan terhadap kejadian TBC.
Kata Kunci : Faktor Risiko, Kondisi Rumah, kejadian Tuberkulosis

Home Conditions Related To Positive Occurrence Pulmonary Tuberculosis acid proof bacterium Work In Public Health Center Year with a supervisor I Drs.Ismail AB, M.Kes and supervisor II Siswanto, S.Pd, M.Kes.
Sungai Kunjang District is one of the six Districts in the city of and became second in the number of smear positive pulmonary Tuberculosis acid proof bacterium cases in the year 2008 namely 68 patients. Public Health Center is one of the Public Health Center in the region Sungai Kunjang District and became the highest order of smear positive Tuberculosis acid proof bacterium patients from three Public Health Center in the region Sungai Kunjang District.
The purpose of this study was to determine the relationship occupant density, ventilation, lighting home, home temperature and humidity of the house on the incidence of smear positive pulmonary Tuberculosis acid proof bacterium at Public Health Center Work Area-year .
The research method used is analytical survey with case-control approach. Samples are at the Tuberculosis Working Area Public Health Center, with the number of sample cases 24 people and controls 48 people.
The results showed that the density of occupants, ventilation, lighting, temperature and humidity associated with the home and is a Tuberculosis Tuberculosis risk factors with the density of occupants OR 9.2, 15 OR ventilation, lighting OR 41.8, 77.4 and OR temperature OR humidity of 35.
Suggestions that can be provided that enhance health education in public about healthy home. Because many people do not realize the influence of the density of occupants, ventilation, lighting, temperature and humidity of homes that don’t meet health requirements on the incidence of TB.
Keywords: Risk Factors, Condition Home, Tuberculosis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Menurut hasil penelitian, penyakit Tuberkulosis sudah ada sejak zaman Mesir kuno yang dibuktikan dengan penemuan pada mumi dan penyakit ini juga sudah ada pada kitab pengobatan Cina ‘pen tsao’ sekitar 5000 tahun yang lalu. Pada tahun 1882 ilmuan Robert Koch berhasil menemukan kuman Tuberkulosis yang merupakan penyebab penyakit ini (Widoyono, 2008).
Pada tahun 1995, WHO memperkirakan terdapat 9 juta penduduk dunia terserang Tuberkulosis dengan kematian 3 juta orang per tahun. Di Negara-negara berkembang kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di Negara berkembang, 75 % penderita TBC adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Munculnya endemik HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TBC akan meningkat (Depkes RI, 2002).
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2008).
Seseorang terinfeksi penyakit Tuberkulosis dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin, pekerjaan, perilaku, keadaan sosial ekonomi masyarakat yaitu kemiskinan, kekurangan gizi, rendahnya latar belakang pendidikan (buta huruf), kepadatan penduduk serta lingkungan rumah. (Misnadiarly, 2006). Akan tetapi faktor-faktor yang berperan paling penting pada insidensi kejadian Tuberkulosis adalah lingkungan rumah, karena lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003).
Penyakit TBC tergolong penyakit rakyat. Lebih banyak masyarakat kurang mampu yang diserangi basil TBC dibandingkan dengan masyarakat mampu. Biasanya masyarakat yang hidupnya berdesak-desakan, rumah yang padat, tidak ada ventilasi udara, dan kurang cahaya matahari, basil TBC gemar bersarang di lingkungan yang seperti itu, basil TBC bertebaran dalam udara. Tua, muda, besar, kecil dapat dimasuki basil ini (Sistem Informasi TBC, 2008).
Menurut J.A Salvato dalam buku Lubis menyatakan bahwa akibat perumahan yang tidak sehat akan menyebabkan angka kesakitan Tuberkulosis 8 kali lebih tinggi dan angka kematian 8,6 kali lebih tinggi dibanding dengan perumahan sehat (Lubis, 1989).
Data penderita Tuberkulosis di wilayah Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2007 berjumlah 1.889 orang, kemudian penderita Tuberkulosis meningkat pada tahun 2008 menjadi 1.993 orang (P2M Dinas Kesehatan Propinsi. Kaltim, 2007-2008).
Di Kota pada tahun 2007 jumlah penderita Tuberkulosis Paru BTA positif sebanyak 333 orang. Sedangkan pada tahun 2008 terjadi peningkatan yang cukup tinggi, kasus penderita Tuberkulosis BTA positif sebanyak 455 orang (P2M Dinas Kesehatan Kota, 2007-2008).
Kecamatan Sungai Kunjang merupakan salah satu dari 6 Kecamatan yang ada di Kota dan menjadi urutan kedua dalam jumlah kasus Tuberkulosis Paru BTA positif pada tahun 2008 yakni 68 penderita. Puskesmas adalah salah satu Puskesmas yang ada di wilayah Kecamatan Sungai Kunjang dan menjadi urutan terbanyak penderita Tuberkulosis BTA positif dari 3 Puskesmas di wilayah Kecamatan Sungai Kunjang. Selama 2 tahun terakhir mempunyai kecendrung peningkatan kasus Tuberkulosis Paru BTA positif. Pada tahun 2007 ada 9 penderita Tuberkulosis Paru BTA positif dan pada tahun 2008 terjadi peningkatan kasus sebesar 30 penderita (Register TBC Puskesmas, 2007-2008).
Peneliti melakukan penelitian pada penderita TB Paru BTA positif di Puskesmas karena peneliti melihat bahwa Puskesmas berada pada letak yang sangat strategis membuat masyarakat mudah mengakses Pelayanan Kesehatan Masyarakat tersebut, sehingga banyak dari masyarakat diluar wilayah kerja Puskesmas berobat di Puskesmas .
Setelah melakukan observasi pada daerah Puskesmas Kecamatan Sungai Kunjang saya melihat lingkungan pemukiman masyarakat sangat padat didaerah tersebut. Banyak gang-gang kecil yang didalamnya terdapat rumah warga, sehingga rumah warga tersebut menjadi gelap karena diapit oleh bangunan atau rumah warga lain yang lebih besar. Kondisi rumah tempat tinggal penderita Tuberkulosis paru BTA positif kebanyakan adalah rumah non permanen dimana dinding dan lantai terbuat dari kayu serta memiliki ruangan yang tidak mendapatkan pencahayaan yang cukup, ini dikarenakan ventilasi yang tidak memenuhi syarat atau tidak digunakan dengan baik. Pencahayaan dari sinar matahari yang tidak memadai membuat tempat tinggal mereka menjadi lembab dan gelap.
Bakteri Mycobacterium Tuberculosis seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Menurut Nooatmodjo (2003), kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk tuberkulosis.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan kondisi rumah terhadap kejadian Tuberkulosis paru BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun, sejauh mana kondisi rumah mempengaruhi kejadian penyakit Tuberkulosis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan kondisi rumah tentang kepadatan penghuni, ventilasi, pencahayaan, suhu dan kelembaban rumah terhadap kejadian Tuberkulosis BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kondisi rumah terhadap kejadian Tuberkulosis paru BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan kepadatan penghuni terhadap kejadian Tuberkulosis paru BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun.
b. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan ventilasi terhadap kejadian Tuberkulosis paru BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun.
c. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan pencahayaan terhadap kejadian Tuberkulosis paru BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun.
d. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan suhu rumah terhadap kejadian Tuberkulosis paru BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun.
e. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan kelembaban rumah terhadap kejadian Tuberkulosis paru BTA positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun.

D. Manfaat penelitian
1. Manfaat bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga dan menambah wawasan serta pengetahuan peneliti tentang hubungan kondisi rumah dengan kejadian Tuberkulosis Paru BTA positif.
2. Manfaat bagi Institusi terkait
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam Program Penanggulangan penyakit Tuberkulosis Paru, serta sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pelaksanaan program di Depkes dalam rangka perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program TB paru.
3. Manfaat bagi masyarakat
Memberikan informasi dan menambah wawasan masyarakat tentang penyakit menular agar masyarakat mendapat pemahaman yang benar tentang penyakit TB Paru / TBC, sehingga masyarakat dapat mencegah terjadinya penyakit TBC.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Gambaran tentang Penderita TB Paru di Puskesmas (kode068)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang Masalah  
Hipertensi atau tekanan darah tinggi termasuk penyakit dengan prevalensi terbesar di seluruh dunia. Kondisi ini menjadi tantangan dalam kesehatan masyarakat, karena tingginya morbiditas dan mortalitas, serta biaya yang harus dikeluarkan pasien. Selama beberapa dekade, walaupun telah dilakukan berbagai penelitian, pelatihan serta edukasi pada masyarakat dan dokter, prevalensi penyakit ini tetap meningkat. Hal ini dikarenakan, belum ada perubahan yang berarti dari gaya hidup di masyarakat saat ini.14
Berdasarkan laporan WHO dan CDC (2002), diperkirakan penderita hipertensi di seluruh dunia berjumlah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun. Di Amerika diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi, dan stroke merupakan masalah utama. Oleh sebab itu, Amerika telah mengharuskan penduduk yang berusia di atas 20 tahun untuk memeriksakan tekanan darahnya minimal 1 kali dalam 2 tahun. 13,15
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga RI tahun 2001, data Pola Penyebab Kematian Umum di Indonesia, penyakit jantung dan pembuluh darah dianggap sebagai pembunuh no 1 di Indonesia.  Hasil survey juga menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan pria. 3,9
Di Indonesia, menurut Prof. dr. Syakib Bakri, Sp. PD-KGH dari Universitas Hasanudin dari hasil wawancara tahun 2008, Makassar, secara umum pada orang dewasa di atas 20 tahun, prevalensinya adalah sekitar 15-20%. Tetapi berdasarkan  prevalensi perkelompok usia, semakin tua usia, semakin besar risiko hipertensi. Sehingga prevalensi di atas usia 70 tahun itu sekitar 70 %, di atas 60 tahun 50% dan di atas 40 tahun 30%.14
Faktor risiko hipertensi meliputi faktor genetik, karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin dan ras, serta faktor lain seperti asupan natrium, obesitas dan stress. Faktor lingkungan sosiodemografi seperti sosial ekonomi, dan penuaan populasi juga berperan penting terhadap kejadian hipertensi melalui mekanisme pola diet, aktifitas fisik, stress, dan akses pelayanan kesehatan. 15
Penelitian menunjukkan bahwa sampai saat ini hipertensi masih under diagnosis, under treatment, dan belum tercapai pengendalian tekanan darah yang optimal pada penderita yang diberi terapi. Hipertensi disebut juga sebagai silent disease karena tidak menunjukkan gejala; sekitar 32% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa mereka mengalami hipertensi. Hipertensi memiliki potensi untuk menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar. Hipertensi dapat dicegah jika faktor-faktor resikonya lebih awal dikendalikan. Pendeteksian dini dan kepatuhan minum obat bagi penderita hipertensi adalah kunci untuk mengendalikan hipertensi.5,9
Untuk Puskesmas sendiri, menurut laporan tahun hipertensi masuk ke dalam kelompok sepuluh penyakit terbanyak. Hipertensi berada di urutan ke tujuh dengan presentasi sebesar 3,6% dari 7721 angka kesakitan yang ada di puskesmas ini.11
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas , Periode Januari – Desember .

1.2.    Rumusan Masalah
Pengendalian terhadap faktor resiko hipertensi dan kepatuhan pengobatan merupakan sentral dari pengendalian kasus hipertensi dan pencegahan terhadap komplikasi yang berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian yang dilakukan di Puskesmas , Kec. ini dilakukan untuk mengetahui :
1)    Bagaimanakah distribusi penyakit hipertensi menurut golongan umur di Puskesmas ?
2)    Bagaimanakah distribusi penyakit hipertensi menurut jenis kelamin di Puskesmas ?
3)    Bagaimanakah distribusi penyakit hipertensi menurut derajat hipertensi di Puskesmas ?
4)    Bagaimanakah distribusi derajat hipertensi berdasarkan golongan umur di Puskesmas ?
5)    Bagaimanakah distribusi derajat hipertensi berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas ?

1.3.    Tujuan Penelitian
Tujuan Umum.
Untuk memperoleh informasi mengenai distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas , Periode Januari – Desember .

Tujuan Khusus.
1)    Untuk mengetahui jumlah penderita hipertensi di Puskesmas .
2)    Untuk mengetahui distribusi penyakit hipertensi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
3)    Untuk mengetahui distribusi penyakit hipertensi berdasarkan pembagian derajat hipertensinya.
4)    Untuk mengetahui distribusi derajat hipertensi berdasarkan golongan umur.
5)    Untuk mengetahui distribusi derajat hipertensi berdasarkan jenis kelamin.

1.4.     Manfaat Penelitian
1)    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah daerah mengenai distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas .
2)    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Dinas Kesehatan mengenai distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas dalam pengendalian terhadap faktor-faktor risiko serta pencegahan terhadap komplikasi.
3)    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti lain, mengenai distribusi penyakit hipertensi di Puskesmas .
4)    Hasil penelitian ini bermanfaat dalam penyelesaian studi peneliti dan berguna untuk kemajuan dalam penelitian di bidang kedokteran.
5)    Sebagai pengalaman yang berharga bagi peneliti sendiri dalam rangka memperluas wawasan mengenai kesehatan dan pengembangan kemampuan peneliti terutama di bidang penelitian.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul