Arsip

Posts Tagged ‘kejadian diare’

Gambaran Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas (kode028)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara 150-430 per seribu penduduk setahnnya. Dengan upaya yang sekarang telah dilaksanakan, angka kematian dirumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%.
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Dibagian ilmu kesehatan anak FKUI / RSCM diare diartikan sebagai buang airbesar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. (Ilmu Kesehatan Anak, 2005).
Diare merupakan buang air besar (defeksi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja) dengan tinja yang berbentuk cairan setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi defeksi yang lebih meningkat (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Diare atau penyakit mencret pada saat ini di Indonesia masih menjadi penyebab kematian yang utama, yaitu nomor dua pada balita dan nomor tiga pada semua umur, penyakit diare terjadi pada 28 dari 100 penduduk (www.geoggle.com)
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Gastroentritis sering dijuluki sebagai flu perut, pada dasarnya, diare dan muntah adalah upaya tubuh untuk mengeluarkan racun dan patogen yang menyerang saluran pencernaan, dengan kata lain, gastroentritis adalah suatu mekanisme alamiah untuk melindungi saluran cerna. Jadi gastrointeritis itu adalah gejala, bukan penyakit. Gastrointritis merupakan alarm, pertanda ada sesuatu yang tengah menyerang saluran cerna.
Yang pertama harus dilakukan adalah pikirkan penyebabnya, kedua, cegah terjadinya dehidrasi. (Bayiku Anakku dr. Purnawati S. Pujiarto, SPAK, MMPed, 2005)
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Diare kronik bagi bayi dan anak adalah diare yang berlangsung lebih dari batas waktu dua minggu.sebagian besar ibu-ibu tidak mengetahui penyebab diare pada anaknya, seperti makanan yang diberikan atau lingkungan yang kotor yang tidak disadari dapat menyebabkan diare disini peneliti mengambil batasan pada faktor-faktor penyebab diare adalah faktor lingkungan, makanan, infeksi virus atau infeksi bakteri pada saluran pencernaan, malabsorbsi, dan faktor psikologis.
Diare masih merupakan masalah kesehatan nasional karena angka kejadian dan angka kematiannya yang masih tinggi. Balita di Indonesia rata-rata akan mengalami diare 2-3 kali pertahun. Dengan dikenalkannya oralit, angka kematian akibat diare telah turun, yang lain dapat merupakan penyakit diare pada anak. Dari hasil prasurvey Puskesmas merupakan urutan kedua paling tinggi kejadian diare pada balita pada tahun terdapat 91 balita yang menderita diare.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu “Bagaimanakah kejadian diare pada balita di Puskesmas “?
C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Diskriptif
2. Subjek penelitian : Seluruh balita yang menderita diare di desa
3. Objek penelitian : Kejadian diare
4. Lokasi penelitian : Wilayah
5. Waktu penelitian : Juni
6. Alasan Penelitian : Masih banyaknya ditemukan balita yang menderita diare di Puskesmas tahun yaitu 91 balita.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah diketahuinya gambaran kejadian diare di Puskesmas
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat :
1. Bagi ibu
Menambah pengetahuan ibu tentang penyebab diare.
2. Bagi Petugas kesehatan
Meningkatkan mutu pelayanan dan pencegahan diare.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya untuk dapat menambah referensi perpustakaan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
4. Bagi penelitian
Sebagai pengalaman penulisan ilmiah, menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang kesehatan masyarakat.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Gambaran Kejadian Diare pada Anak balita di Puskesmas (kode027)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian. Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare.1,2
Secara operasional diare balita dapat dibagi 2 klasifikasi, yaitu yang pertama diare akut adalah diare yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari, dan yang kedua yaitu diare bermasalah yang terdiri dari disentri berat, diare persisten, diare dengan kurang energi protein (KEP) berat dan diare dengan penyakit penyerta.3,4
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Di Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 balita. Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di 10 provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun.2
Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare, terutama diare pada balita sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai saat ini belum mencapai tujuan yang diharapkan, karena kejadian penyakit diare masih belum menurun. Apabila diare pada balita ini tidak ditangani secara maksimal dari berbagai sektor dan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi masyarakatpun diharapkan dapat ikut serta menanggulangi dan mencegah terjadinya diare pada balita ini, karena apabila hal itu tidak dilaksanakan maka dapat menimbulkan kerugian baik itu kehilangan biaya untuk pengobatan yang cukup besar ataupun dapat pula menimbulkan kematian pada balita yang terkena diare.4
Hal yang menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit diare pada balita adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air dan daging, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi.5
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi.6
Angka kejadian diare di dari data dinas kesehatan kota didapatkan pada tahun 2006 sebanyak 53.429 orang, tahun 2007 46.738 orang, tahun 2008 sebanyak 53.824 orang, tahun 2009 sebanyak 54.162 orang, sedangkan pada tahun sebanyak 49.897 orang. Walaupun angka kejadian diare pada tahun menurun tetapi masih tinggi dengan cakupan wilayah sebesar 81%. Pada tahun 2009 didapatkan angak kejadian diare pada balita sebanyak 26.413 balita.7
Puskesmas terletak di wilayah Kelurahan 20 ilir D II kecamatan Kemuning Kota dengan luas wilayah 674,3 Ha. Letaknya sangat strategis di tepi jalan raya sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat umum baik dengan kendaraan umum maupun pribadi.8
Geografi wilayah kerja Puskesmas sebagaian besar terdiri dari daratan dan sebagian kecil di pinggir sungai dan rawa. Batas wilayah kerja meliputi : sebelah utara dengan sungai Bendung, sebelah selatan dengan Jln. Mayor Ruslan, sebelah barat dengan Jl. Jendral Sudirman, sebelah timur dengan Sungai Bendung 9 ilir.8
Jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas adalah 44.188 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 22.286 jiwa dan perempuan sebanyak 21.896 jiwa. Jumlah bayi pada wilayah kerja Puskesmas sebanyak 822 jiwa sedangkan balita sebanyak 4.037 jiwa.8
Jumlah penyakit diare yang datang ke poli MTBS PKM tahun sebanyak 1.530 balita dengan perincian usia kurang dari satu tahun sebanyak 258 bayi, umur 1-4 tahun 507 balita, sedangkan usia kurang 5 tahun sebanyak 765 balita.8
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana distribusi balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas , Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan jenis kelamin?
b. Bagaimana distribusi balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas berdasarkan umur balita?
c. Apa jenis pekerjaan ibu dari balita yang mengalami diare?
d. Bagaimana tingkat pendidikan ibu dari balita yang mengalami diare?
e. Bagaimana sumber air minum yang digunakan balita penderita diare?
f. Bagaimana perilaku higiene ibu dari balita yang mengalami diare?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi faktor sosiodemografi (pendidikan ibu dan pekerjaan ibu), sumber air minum keluarga, dan perilaku higiene ibu sehari-hari pada balita yang datang berobat ke Puskesmas .
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi distribusi jenis kelamin balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas
b. Mengidentifikasi distribusi umur balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas
c. Mengidentifikasi distribusi jenis pekerjaan ibu dari balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas
d. Mengidentifikasi distribusi tingkat pendidikan ibu dari balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas .
e. Mengetahui sumber air minum yang digunakan setiap hari oleh balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas
f. Mengetahui perilaku higiene ibu dari balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Untuk Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran keadaan sosiodemografi berupa tingkat pendidikan ibu dan pendapatan keluarga, sumber air minum serta perilaku higiene ibu dari balita yang mengalami diare bagi peneliti dan pembaca. Selain itu juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk penyusunan kebijakan, pengambilan keputusan dalam berbagai penelitian selanjutnya.
1.4.2. Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama para ibu tentang pentingnya memperhatikan faktor faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit diare pada balita sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian diare.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Kader Kesehatan dalam Penanggulangan Diare (kode012)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menyadari akan arti pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan, maka Departemen Kesehatan menetapkan visi : “Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat”. Yaitu suatu kondisi di mana masyarakat Indonesia menyadari, mau, dan mampu mengenali, mencegah, dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
Dalam mewujudkan visi tersebut, maka misi Departemen Kesehatan adalah : “Membuat Rakyat Sehat”. Dalam hal ini, Departemen Kesehatan harus mampu sebagai penggerak dan fasilitator pembangunan kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat termasuk swasta, untuk membuat rakyat sehat, baik fisik, sosial, maupun mental/ jiwanya (Depkes, 2006).
Menurut Mustari Gani (2007), berbagai masalah kesehatan yang timbul dewasa ini, sebenarnya tidak perlu terjadi apabila masyarakat berperan secara aktif sesuai dengan perannya masing-masing, mulai dari kesadaran memelihara kesehatan pribadi, keluarga, lingkungan, perencanaan program kesehatan hingga pengawasan atas kebijakan atau pelaksanaan program-program kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah ataupun pihak lain yang ditunjuk oleh pemerintah.
Tak dapat disangkal, bahwa pemerintah telah berupaya maksimal untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia sebagai asset dalam pembangunan nasional, mulai dari penyusunan program sampai pada penyediaan anggaran. Namun, lagi-lagi sebaik apapun program dan sebesar apapun anggaran bila tidak diikuti dengan sikap proaktif dan kesadaran masyarakat maka program tersebut hanya akan menjadi sebuah fatamorgana.
Secara bertahap para anggota WHO menyadari bahwa pengadaan rumah sakit mewah dan peralatannya yang serba canggih serta penyelenggaraan pendidikan kedokteran dan kesehatan yang mahal bukanlah cara yang paling baik untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Kini telah banyak negara yang melakukan upaya secara besar-besaran guna mencapai pembangunan kesehatan yang rasional dan seimbang. Akibatnya negara-negara tersebut memberikan perhatian kepada bidang kesehatan masyarakat sama seperti perhatian yang diberikannya kepada individu.
Tahun 1960 gagasan tentang pemberian pelayanan kesehatan dasar ini muncul. Dan pada mulanya hal itu cukup menjanjikan keberhasilan, namun karena beberapa proyek percontohan itu tidak disesuaikan dengan kondisi setempat, juga tidak mengikutkan peran serta masyarakat, tidak melibatkan dukungan masyarakat dan sumber daya lokal, akhirnya proyek-proyek yang terdahulu itu berakhir dengan kegagalan dan kekecewaan.
Dunia Internasional mengetahui bahwa kesehatan masyarakat China telah meningkat pesat sebagai akibat dari pendekatan yang kini disebut sebagai “Pelayanan Kesehatan Utama”. Salah satu unsur dari pendekatan tersebut adalah pemakaian kader kesehatan masyarakat guna memberikan pelayanan kesehatan di tempat-tempat dimana penduduk bertempat tinggal dan bekerja, membantu masyarakat dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhannya di bidang kesehatan, membantu masyarakat dalam memecahkan permasalahan mereka sendiri di bidang kesehatan (WHO, 1995).
Perilaku kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan masyarakat. Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat. Sehingga untuk mengikut sertakan masyarakat dalam upaya pembangunan, khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan membawa hasil yang baik bila prosesnya melalui pendekatan yang edukatif yaitu, berusaha menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan memperhitungkan sosial budaya setempat.
Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapi juga merupakan mitra pembangunan itu sendiri. Selanjutnya dengan adanya kader, maka pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader, jelaslah bahwa pembangunan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang kesehatan (httplibrary.usu.ac.iddownloadfkmfkm-zulkifli 1.pdf).
Angka kejadian diare disebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya mengatakan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat. Laporan 119 Dinkes Kab/ Kota tahun 2004 air bersih yang memenuhi syarat kesehatan 57,00 persen dan persentase keluarga yang menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan 67,12 persen. Menurut Wayan, pihaknya memfokuskan strategi penanganan penatalaksanaan diare pada tingkat runah tangga, sarana kesehatan dan KLB diare (httpwww.depkes.go.idindex.phpoption =news&task=viewarticle&sid=2475&Itimed=2).
Penyakit diare di Kalimantan Selatan masuk dalam golongan penyakit terbesar yang angka kejadiannya relative cukup tinggi. Keadaan ini didukung oleh faktor lingkungan, yaitu penggunaan air untuk keperluan sehari-hari yang tidak memenuhi syarat, sarana jamban keluarga yang kurang memenuhi syarat, serta kondisi sanitasi perumahan yang tidak higienis.
Penyakit diare juga merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak balita. Angka kejadian penyakit diare sejak tahun 1997 cenderung mengalami penurunan, dari 17 per 1.000 penduduk menurun menjadi 6.9 per 1.000 penduduk tahun 2005 pada tahun 2006 meningkat menjadi 19.5 per 1.000 penduduk (Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, 2006).
Penyakit diare merupakan penyakit terbanyak di Kabupaten jumlah kasus 9089, Kecamatan di Puskesmas merupakan kecamatan dan Puskesmas tertinggi jumlah kasus diare mencapai 1036 kasus. Angka kejadian diare selama tahun 2007 di wilayah kerja Puskesmas sebanyak 90 kasus dengan incidence rate 16,4% dan kasus diare tertinggi ditemukan di Desa Benua Hanyar sebanyak 16 kasus diare berdasarkan laporan tahunan Puskesmas tahun 2007.
Untuk mendukung ke empat upaya atau strategi utama Depkes yaitu : Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan, meningkatkan pembiayaan kesehatan. Tidaklah cukup dengan hanya bergantung pada tenaga kesehatan. Usaha peningkatan kesehatan masyarakat juga memerlukan bantuan kader kesehatan yang kompeten yang ada di masyarakat. Memahami pentingnya kesehatan, dibutuhkan kerjasama lintas sektor agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, berkualitas tinggi, dan siap bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang sudah lebih maju (Depkes, 2006).
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas tahun 2007 terdapat 18 Posyandu dengan tingkat perkembangan Posyandu, yaitu Posyandu Pratama sebanyak 3 buah (16,7%), Posyandu Madya 4 buah (22,2%), Purnama 10 (55,5%), dan Mandiri sebanyak 1 buah (5,5%). Jumlah kader sebanyak 78 orang dan keseluruhannya berjenis kelamin wanita. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kader dalam melaksanakan kegiatan Posyandu masih sangat rendah karena kemandirian kader kesehatan dalam program penanggulangan diare masih kurang. Frekuensi penyuluhan masih kurang bahkan hingga saat ini di wilayah kerja Puskesmas belum optimal kerja kader yang mampu memberikan penyuluhan dalam penanggulangan diare.
B. Rumusan Masalah
Rendahnya peranan kader kesehatan dalam penanggulangan diare dapat dilihat dari masih tingginya angka incidence rate kasus diare di wilayah kerja Puskesmas yaitu sebesar 16,4% pada tahun 2007. Melihat pentingnya peran kader kesehatan dalam menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, maka peneliti membuat rumusan sebagai berikut :
a. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi peran kader kesehatan dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun ?
b. Bagaimanakah peran kader kesehatan dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas tahun ?
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kader Posyandu dalam perannya untuk menanggulangi penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun .
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mendiskripsikan tingkat pengetahuan kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas tahun .
2. Untuk mendiskripsikan sikap kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas tahun .
3. Untuk mendiskripsikan tingkat motivasi kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas tahun .
4. Untuk mendiskripsikan tingkat motivasi kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas tahun .
5. Untuk mendiskripsikan peran kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas tahun .
6. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan peran kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas tahun .
7. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan peran kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas tahun .
8. Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan peran kader dalam penanggulangan diare di wilayah kerja Puskesmas tahun .
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Meningkatkan wawasan keilmuan dan menerapkan teori-teori yang diperoleh waktu kuliah terhadap masalah-masalah kesehatan masyarakat
2. Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam merencanakan dan melaksanakan program kesehatan.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peran kader kesehatan dalam menanggulangi penyakit diare.
E. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Keilmuan
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu kesehatan masyarakat dan merupakan bagian dari ilmu Pendidikan dan Perilaku Kesehatan/ Pemberdayaan Kesehatan.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Kabupaten .
3. Ruang Lingkup Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan dalam waktu 4 bulan dimulai pada minggu kedua bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Oktober tahun .
4. Ruang Lingkup Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada tingkat pengetahuan, sikap, dan motivasi dengan peran kader kesehatan dalam menanggulangi penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas tahun .

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul