Arsip

Posts Tagged ‘SMA’

Gambaran Pengetahuan Siswi tentang Keputihan di SLTPN (kode059)

ABSTRAK

Flour Albus atau yang lebih dikenal dengan keputihan merupakan masalah yang cukup  serius oleh wanita. Keputihan tidak menyebabkan kanker, namun salah satu dari gejala kanker mulut rahim. Bisa juga bagi mereka yang belum pernah melakukan hubungan sexual jika wanita itu sering merokok. Sekitar 75% wanita di dunia pernah mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup, sebanyak 45% akan mengalami dua kali atau lebih. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengetahuan siswi tentang flour albus di SLTPN 24 ..Tahun .
Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan menggunakan metode pengambilan data secara kuisioner. Data yang dikumpulkan adalah data primer, diukur dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner yang berisi pengetahuan tentang flour albus pada siswi, populasi sampel diambil dengan cara purposive sampling yang diambil adalah siswi kelas 7,8,9 di SLTPN 24 ..Tahun yang berjumlah 99 siswi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pengetahuan siswi secara umum adalah cukup 55 siswi (55 %) .
Pengetahuan ini  terdiri atas pengetahuan tentang pengertian flour albus baik 87 siswi (87 %), Tentang penyebab flour albus kurang hanya 67 siswi (66,3 %) yang mengetahui tentang penyebab flour albus, Pengetahuan siswi tentang tanda dan gejala baik 64 siswi (64 %), Tentang efek samping baik 63 siswi ( 63 % ) yang mengetahui tentang efek samping, pengetahuan tentang pencegahan flour albus baik hanya 29 siswi (28,7 %) yang mengetahui tentang pencegahan flour albus, Tentang pengobatan flour albus baik 44 siswi (43,6 %) yang mengetahui tentang pengobatan flour albus.
Adapun saran yang diberikan oleh peneliti diharapkan kepada Siswi SLTPN 24 ..untuk  menjaga personal hygiene khususnya bagian kewanitaan dengan melakukan vulva hygiene, menjaga kelembaban vagina serta pastikan vagina dalam keadaan kering, untuk mencegah terjadinya flour albus. Serta tetap mencari informasi lengkap dan akurat tentang flour albus pada remaja, baik dari teman, media elektronik, media baca, Dengan demikian siswi akan mengetahui lebih dalam tentang flour albus.
Kata kunci : Pengetahuan siswi tentang Flour Albus.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Flour albus atau yang lebih dikenal dengan keputihan merupakan masalah yang cukup serius dialami wanita, keputihan tidak menyebabkan kanker, namun salah satu gejala kanker mulut rahim, bisa juga terjadi pada mereka yang belum pernah melakukan hubungan seksual jika wanita itu sering merokok. Wanita yang merokok memiliki kecanduan 12 kali lebih banyak dibandingkan wanita yang tidak merokok untuk menderita penyakit kanker mulut rahim. (dr. Boyke, 2008)
Keputihan ada yang normal dan ada yang tidak normal. Dalam keadaan normal, vagina  akan menghasilkan cairan yang berwarna putih, tidak berbau dan dalam jumlah yang tidak berlebihan, cairan ini tidak berperan sebagai sesuatu sistem perlindungan dimana keputihan dapat mengurangkan gesekan antara dinding vagina ketika berjalan maupun ketika melakukan hubungan seksual. Wanita tidak seharusnya bimbang dengan masalah ini, keputihan yang normal berlaku beberapa hari sebelum datang haid, seks ketika hamil atau selepas Menopause (dr. Boyke, 2008). Keputihan yang tidak normal dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tes usap.
Biasanya disertai gatal, bau amis, lecet, warna kehijau-hijauan dan kemerahan pada daerah vulva, vagina, dan jaringan serviks serta nyeri saat berhubungan seksual. 95% kasus kanker rahim pada wanita Indonesia ditandai dengan keputihan. Selain itu, keputihan tidak mengenal usia. Cuaca yang lembab juga ikut mempengaruhi (Kasdu D,2008)
Tahun 2002 pengembangan program kesehatan remaja lebih diperluas dan dimantapkan dengan memperkenalkan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dengan pendekatan yang berbeda dimana puskesmas diberikan keleluasaan untuk meningkatkan  remaja melalui pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah ( UKS ). (kebijakan dan strategi nasionalkespro diindonesia,2005)
Penyakit keputihan sangat sering dijumpai dan menjadi problem pada wanita.  Sekitar 75% wanita di dunia pernah mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup. (dr. Boyke, 2008) penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti bulan maret tahun dari 20 respondent yang terlihat dalam penelitian 10 orang (50%) memiliki pengetahuan cukup, 9 orang (45%) memiliki pengetahuan baik dan 8 orang (40%) memiliki pengetahuan kurang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umumnya Remaja Putri yang menjadi Responden mempunyai pengetahuan yang kurang tentang flour albus. (Eni, 2008)
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan penulis pada bulan Maret di SLTPN , dari 19 responden didapatkan bahwa tingkat pengetahuan siswi tentang flour albus kurang ( 63,15% ) dengan cara menyebarkan kuesioner, sekitar 9 siswi tidak tahu sama sekali apa itu keputihan pada saat dilakukan wawancara oleh penulis.
Wawancara dengan kepala sekolah, kepala tata usaha, salah satu guru, serta salah satu siswi di sekolah ini juga memperlihatkan bahwa pelajaran tentang reproduksi belum pernah diberikan disekolah ini. Selama ini juga belum pernah dilakukan penelitian dan penyuluhan tentang flour albus di SLTPN .
Berdasarkan data – data dan pengamatan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Siswi Tentang Flour Albus di SLTPN Tahun .

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Siswi Terhadap Keputihan di SLTPN Tahun ?

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja Siswi tentang keputihan di SLTPN Tahun .
1.3.2    Tujuan Khusus
1.    Untuk mengetahui distribusi pengetahuan responden berdasarkan Pengertian Flour Albus.
2.    Untuk mengetahui distribusi pengetahuan responden berdasarkan penyebab Flour Albus.
3.    Untuk mengetahui distribusi pengetahuan responden berdasarkan tanda dan gejala Flour Albus.
4.     Untuk mengetahui distribusi pengetahuan responden berdasarkan efek samping Flour Albus.
5.    Untuk mengetahui distribusi pengetahuan responden berdasarkan pengobatan Flour Albus.

1.4 Manfaat Penelitian
1.    Bagi siswi SLTPN
Dari hasil penelitian diharapkan dapat sebagai sumber pengetahuan pada siswi agar mengetahui tentang Flour Albus.
2.    Bagi sekolah SLTPN
Sebagai sumber pengetahuan bagi instansi pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja.
3.    Bagi institusi pendidikan Akademi Kebidanan
Sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya dengan permasalahan yang sama bagi siswi di Akademi Kebidanan .
4.    Bagi peneliti
Untuk mendapatkan informasi tentang pengetahuan siswi tentang Flour Albus.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan Pemberian Pendidikan Seks Sejak dini dengan Perilaku Seksual pada Remaja di SMA (kode091)

ABSTRAK

Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah perilaku yang menyimpang, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa. Hasil pra survey pada 20 orang siswa diketahui bahwa 8 (40%) siswa mengetahui arti pentingnya pendidikan seks, sedangkan 12 (60%) siswa menyatakan belum pernah mendapatkan pendidikan seks dari sejak dini. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah ada hubungan pemberian pendidikan seks sejak dini dengan perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri Tahun .Pada penelitian ini metode yang digunakan bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekaran cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja siswa dan siswi SMA Negeri yang berjumlah 208 siswa, sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 66 orang, metode pengumpulan data interview yang mengacu kepada kuisioner. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh hasil p-value 0,027 dengan menggunakan nilai derajat 95 % taraf kebebasan α p-value < 0,05, maka ada hubungan antara pemberian pendidikan seks sejak dini dengan perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri Tahun .Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara hubungan pemberian pendidikan seks sejak dini dengan perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri Tahun .Di harapkan kepada petugas kesehatan dapat mengadakan penyuluhan-penyuluhan pada remaja khususnya pendidikan seks sejak dini yang dapat mengakibatkan perilaku seks yang baik pada remaja.

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sering kali dengan gampang orang mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya, dan sebagainya. Masalahnya sekarang, kita tidak pernah berhenti dengan hanya menyatakan bahwa mendefinisikan remaja itu sulit. Sulit atau mudah, masalah-masalah yang menyangkut kelompok remaja kian hari kian bertambah. Berbagai tulisan, ceramah, maupun seminar yang mengupas berbagai segi kehidupan remaja, termasuk kenakalan remaja, perilaku seksual remaja, dan hubungan remaja dengan orang tuanya, menunjukkan betapa seriusnya masalah ini dirasakan oleh masyarakat (Sarwono, 2007).
Sarwono (2007) menyatakan bahwa perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada perkembangan jiwa remaja yang terbesar pengaruhnya adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh sehingga menyebabkan mudahnya aktivitas seksual (terutama dikalangan remaja) dilanjutkan dengan hubungan seks (Sarwono 2007 dan Pasti, 2008).
Hasil penelitian di sejumlah kota besar di Indonesia menunjukkan sekitar 20% sampai 30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks (DUTA, Edisi No. 230/ Th.XVIII/ September 2006). Maka jangan heran kehamilan pranikah semakin sering terjadi. Disinyalir jumlah angka (persentase) yang sesungguhnya jauh lebih besar daripada data yang tercatat (Pasti, 2008). Berdasarkan sumber dari Hanifah (2000), bahwa beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukan adanya penurunan batas usia hubungan seks pertama kali. Menurut Iskandar (1998) sebanyak 18% responden di Jakarta berhubungan seks pertama di bawah usia 18 tahun dan usia termuda 13 tahun. Sedangkan menurut Utomo (1998), menyatakan bahwa remaja Manado yang sudah aktif secara seksual, melakukan hubungan seks pertama pada usia di bawah 16 tahun sebanyak 56,8% pada remaja pria dan 33,3% pada remaja putri (Sarwono, 2007).
Dr. Boyke Dian Nugraha, pakar seks dan spesialis Obstetri dan Ginekologi, menyatakan bahwa penyebabnya antara lain maraknya pengedaran gambar dan VCD porno, kurangnya pemahaman akan nilai-nilai agama, keliru dalam memaknai cinta, minimnya pengetahuan remaja tentang seksualitas serta belum adanya pendidikan seks secara reguler hingga formal di sekolah-sekolah. Itulah sebabnya informasi tentang makna hakiki cinta dan adanya kurikulum kesehatan reproduksi di sekolah mutlak di perlukan (Pasti, 2008).
Harus diakui, sampai saat ini di kalangan masyarakat tertentu, bebicara soal seks masih dianggap masalah yang tabu. Seks belum menjadi wacana publik. Pro kontra masih saja ada. Oleh karena itu, jarang sekali di jumpai pembicaraan perihal seks secara terbuka. Namun disisi lain (fakta yang tidak terbantahkan), masalah seks juga berjalan terus. Untuk itu, sosialisasi pemahaman tentang makna hakiki cinta dan perlunya kurikulum kesehatan reproduksi di sekolah sangat perlu sebagai salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk memfilter perilaku destruktif seksual remaja (Pasti, 2008).
Rasa ingin tahu terhadap masalah seksual pada remaja sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Pada masa remaja, informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan supaya remaja tidak mendapatkan informasi yang salah dari sumber-sumber yang tidak jelas. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan tidak cukupnya informasi mengenai aktifitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila tidak didukung dengan pengetahuan dan informasi yang tepat (Glevinno, 2008).
Pengetahuan remaja tentang seks masih sangat kurang. Faktor ini ditambah dengan informasi keliru yang diperoleh dari sumber yang salah, seperti mitos seputar seks, VCD porno, situr porno di internet, dan lainnya akan membuat pemahaman dan persepsi anak tentang seks menjadi salah. Pendidikan seks sebenarnya berarti pendidikan seksualitas yaitu suatu pendidikan seksual dalam arti luas yang meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks, diantaranya aspek biologis, orientasi, nilai sosiokultur dan moral serta perilaku.
Terlepas dari pro dan kontra pemblokiran situs porno yang sempat marak diberitakan di berbagai media. Di era globalisasi sekarang ini pengenalan seks sejak dini dirasa cukup penting, mengingat anak-anak dengan mudah mendapat informasi dari berbagai media seperti majalah, buku, TV, VCD dan Internet. Sebagai orang tua, tentunya tidak menginginkan anak-anaknya mencari pengetahuan tentang seks dengan caranya sendiri  seperti mengakses situs-situs porno atau menonton VCD porno dan lain-lain.
Penelitian ini di fokuskan pada Hubungan Pemberian Pendidikan Seks Sejak Dini Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMA Negeri .Berdasarkan hasil pra survei dan wawancara tentang pemberian pendidikan seks dengan perilaku seksual pada remaja yang peneliti lakukan kepada 20 siswa dan siswi dari 208 siswa di SMA Negeri secara keseluruhan di dapat sebanyak 8 orang mengetahui tentang arti pentingnya pendidikan seks, dan 12 orang mengatakan belum pernah mendapatkan informasi tentang pendidikan seks dan mereka mengatakan tabu untuk tidak membicarakan hal tersebut.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka selanjutnya penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul “Hubungan Pemberian Pendidikan Seks Sejak Dini Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMA Negeri Tahun”.

B.    Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Hubungan Pemberian Pendidikan Seks Sejak Dini Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja di SMA Negeri Tahun?

C.    Tujuan Penelitian
1.    Tujuan Umum     
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk Mengetahui Hubungan Pemberian Pendidikan Seks Sejak Dini Dengan Perilaku Seksual Pada Remaja Di SMA Negeri Tahun.
2.    Tujuan Khusus
a.    Untuk mengetahui gambaran tentang pemberian pendidikan seks sejak dini pada remaja di SMA Negeri tahun.
b.    Untuk mengetahui gambaran tentang perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri tahun.
c.    Untuk mengetahui hubungan antara pemberian pendidikan seks sejak dini dengan perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri tahun.

D.    Manfaat Penelitian
1.    Institusi STIKes
a.    Memberikan masukan dan informasi tentang pentingnya pengetahuan pendidikan seks bagi remaja.
b.    Menambah studi kepustakaan tentang pendidikan seks sehingga dapat dijadikan masukkan dalam penelitian selanjutnya.
2.    SMA Negeri
a.    Memberikan informasi tentang pendidikan seks sehingga tidak menimbulkan penyimpangan perilaku seksual pada remaja.
b.    Sebagai bahan pengkajian dan pengembangan kurikulum terutama penilaian tentang pendidikan seks khususnya pada remaja.
3.    Peneliti
Untuk peningkatan pengalaman dan wawasan bagi peneliti sendiri dalam menganalisa hubungan pemberian pendidikan seks sejak dini dengan perilaku seksual pada remaja, serta sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Kehamilan pada Remaja di SMAN (kode077)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22 tahun bagi pria. Kehamilan remaja merupakan masalah yang sering terjadi pada remaja saat ini. (Sri Rumini dan Siti Sundari, 2004)
Data Survei Demogrofi dan Kesehatan Indonesia tahun 2010 menunjukkan pada kelompok perempuan usia 15-19 tahun, sebanyak 9% pernah melahirkan bayi dengan 100 orang per 1.000 perempuan. Bandingkan dengan angka di Amerika yang hanya 62 orang per 1.000 perempuan.
Oleh karena itu, mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin sekitar 25-30 % kematian wanita subur disebabkan oleh kehamilan, persalinan dan nifas. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil, bersalin dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Tingginya angka kehamilan pada remaja di Indonesia saat ini dapat dibuktikan dari data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2006, kehamilan remaja di Indonesia menunjukkan hamil di luar nikah karena diperkosa sebanyak 2,3 %; karena sama-sama mau sebanyak 8,5 % dan tidak terduga sebanyak 39%. Seks bebas sendiri mencapai 18,3 %. Pada tahun 2010, hamil di luar nikah karena diperkosa sebanyak 3,2%; karena sama-sama mau sebanyak 12,9% dan tidak terduga sebanyak 45%. Seks bebas sendiri mencapai 22,6%. Di Surabaya, Jawa Timur pada tahun 2006 sekitar 26% mengalami hamil di luar nikah. Sedangkan pada tahun 2010, sekitar 37% mengalami hamil di luar nikah. Angka ini meningkat 11% dari tahun 2006.
Dari data SDKI tahun 2007 menunjukkan dari 801 orang remaja yang telah melakukan hubungan seks pranikah, sebanyak 81 orang atau 11% berakhir dengan kehamilan yang tidak diharapkan. Diantara remaja yang hamil tersebut, sekitar 50 orang atau 57,5% mengakhiri kehamilaannya dengan melakukan aborsi. Dalam hal ini perempuan tetap menjadi npihak yang palibng dirugikan karena perempuanlah yang mempertaruhkan nyawanya. (Tukiran, Agus joko Pitoyo, dan pande Made Kutanegara, 2010)
Selain itu, menurut data yang diperoleh dari Media Indonesia, rata-rata terdapat 17% kehamilan yang terjadi per tahun, merupakan kehamilan yang tidak diinginkan. Sebagian dari jumlah tersebut bermuara pada praktik aborsi. Grafik aborsi di Indonesia masuk kategori lumayan tinggi. Pada tahun  dengan jumlah rata-rata per tahun mencapai 2,4 juta jiwa.
Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi yaitu 390/100.000 tertinggi di ASEAN menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Dewasa ini masyarakat menghadapi kenyataan bahwa kehamilan pada remaja makin meningkat dan menjadi masalah terutama kehamilan di bawah usia 20 tahun. Kurangnya pengetahuan seks serta adanya istiadat yang merasa malu kawin tua (perawan tua) menyebabkan meningkatnya perkawinan dan kehamilan usia remaja.
Beberapa faktor yang menyebabkan kehamilan pada remaja antara lain hubungan seks di masa subur, renggangnya hubungan antara remaja dengan orang tuanya, rendahnya interaksi di tengah-tengah keluarga, keluarga yang tertutup terhadap informasi seks dan seksualitas, menabukan masalah seks dan seksualitas, kesibukan orang tua. (Surbakti, 2009:135-139).
Solusi yang diambil remaja saat mereka mengalami kehamilan di luar nikah antara lain : menggugurkan kandungannya, mengasuh sendiri anaknya, menitipkan anaknya ke panti asuhan, diadopsi oleh lingkungan keluarga, diadobsi oleh keluarga lain, anaknya dibunuh atau pun bisa dibuang. (Surbakti, 2009)
Dampak dari kehamilan pada usia remaja antara lain abortus yang didukung dengan status ekonomi sebuah keluarga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan si bayi, keadaan emosionalnya, pasangan yang tidak bertanggung jawab. Ada juga kehamilan pada remaja beresiko terjadinya pre-eklampsia, anemia, bayi prematur, bayi berat lahir rendah (BBLR), kematian bayi, kanker pada alat kandungan perempuan, karena rentan pada usia 12-17 tahun perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali, menderita disproporsi sefalo pelvik (karena tulang panggul belum tumbuh sempurna) dan PMS. Selain itu, Kehamilan usia remaja dapat menyebabkan perceraian karena kurang matangnya kedewasaan mereka dalam membina suatu rumah tangga. (Imron, 2006)
Dari sudut kesehatan obstetri hamil pada usia remaja memberi resiko komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan anak seperti : anemia, preeklampsia, eklampsia, abortus. Partus prematurus, kematian perinatal, perdarahan dan tindakan operatif obstetri lebih sering dibandingkan dengan kehamilan pada golongan usia 20 tahun keatas (Soetjiningsih, 2004).
Berdasarkan hasil study pendahuluan yang dilakukan di SMAN 3 yang dilakukan terhadap 9 orang remaja putri kelas II, didapat 5 orang yang tidak tahu adanya dampak dari kehamilan remaja. Remaja khususnya remaja putri yang ada di SMAN 3 kelas II sedang mempelajari alat-alat reproduksi secara umum dan mereka belum pernah mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang dampak kehamilan remaja. Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan dan sikap remaja putri tentang dampak kehamilan remaja di SMAN 3 .
Dari data dan masalah yang telah diuraikan diatas, solusi yang dapat mengurangi dan mencegah adanya kehamilan pada remaja adalah dilakukannya pendekatan antara orang tua dan anak remaja mereka khususnya remaja putri, menyarankan kepada orang tua agar tetap mengawasi putra-putri mereka tanpa membatasi aktivitas. Dengan demikian orang tua tetap bisa mengontrol dan mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh putra-putri mereka di luar rumah. Selain itu kita juga perlu memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja putri tentang dampak dari kehamilan remaja, memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada orang tua mereka. (Imron, 2006)

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Adakah hubungan antara pengetahuan dan sikap remaja putri tentang kehamilan pada remaja di SMAN 3 ?”.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri tentang kehamilan pada remaja di SMAN 3 .
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menganalisa tingkat pengetahuan remaja putri tentang kehamilan pada remaja di SMAN 3 .
b. Menganalisa sikap remaja putri tentang kehamilan pada remaja di SMAN 3 .
c. Menganalisa adakah hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri tentang kehamilan pada remaja di SMAN 3 .

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu yang berkait dengan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri terhadap kehamilan remaja di SMAN 3 .

1.4.2    Manfaat Praktis
a.       Bagi Institusi (Akbid )
Sebagai bahan pertimbangan, masukan, dan informasi yang dipergunakan untuk menambah pengetahuan kesehatan reproduksi seluruh siswa khususnya dalam mencegah kehamilan remaja.
b.    Bagi Institusi Yang Diteliti (SMAN 3 )
Sebagai bahan pertimbangan, masukan, dan informasi yang dipergunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi seluruh siswa khususnya dalam mencegah kehamilan remaja.
c.       Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menerapkan ilmu kesehatan reproduksi dan meningkatkan kemampuan melakukan penelitian selanjutnya. Selain itu, peneliti dapat menganalisa pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap dampak kehamilan remaja sehingga peneliti dapat mengaplikasikan hasil penelitian yang didapat secara lansung untuk mencegah terjadinya kehamilan pada remaja.
d.    Bagi Responden
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman remaja putri siswi kelas II SMAN 3 tentang dampak kehamilan yang sering terjadi dikalangan remaja.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II SMU (kode074)

ABSTRAK

Selama ini banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan Kecerdasan Intelektual (IQ) yang juga tinggi. Namun, menurut hasil penelitian terbaru dibidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi salah satunya adalah kecerdasan emosional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peranan kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar pada siswa kelas II SMU.
    Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Sedangkan prestasi belajar adalah hasil belajar dari suatu aktivitas belajar yang dilakukan berdasarkan pengukuran dan penilaian terhadap hasil kegiatan belajar dalam bidang akademik yang diwujudkan berupa angka-angka dalam rapor. Bila siswa memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, maka akan meningkatkan prestasi belajar. Hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU dan Hipotesis nihil (Ho) adalah tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU.
    Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional sedangkan prestasi belajar sebagai variable terikat. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas II SMU   yang seluruhnya berjumlah 240 orang. Sampel penelitian adalah 148 siswa, menggunakan metode proporsional random sampling. Dalam pengumpulan data digunalan metode skala untuk kecerdasan emosional berdasarkan teori Daniel Goleman yang terdiri dari mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain; dan untuk mengukur prestasi belajar siswa digunakan metode pemeriksaan dokumen dengan melihat nilai rapor semester I.
    Nilai korelasi yang diperoleh pada analisis validitas instrumen dengan rumus korelasi Product Moment dari Pearson berkisar antara 0,320 – 0,720 dan p berkisar antara 0,000 – 0,008. Berdasarkan pada taraf signifikan 0,05 diperoleh 85 item valid dan 15 item gugur dari 100 item yang ada pada skala kecerdasan emosional. Nilai koefisien reliabilitas yang diperoleh 0,9538 dihitung dengan rumus Alpha Cronbach.
    Hasil analisis data penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,248 dengan p 0,002 (<0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU  .

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah dan pokok bahasan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

A. Latar belakang masalah
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal.
Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.
    Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting,  karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Menurut Irwanto (1997 :105) belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.
    Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.
    Prestasi belajar menurut Yaspir Gandhi Wirawan dalam Murjono (1996 :178) adalah:
“ Hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.”
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki  Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel (1997:529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.
Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
    Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2002). Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa .
    Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja
 (Goleman, 2002 : 17). 
    Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang.
    Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44).
    Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
    Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
Pada penelitian ini, penulis mengunakan sampel pada SMU  , yang berada pada peringkat 16 se-DKI, berdasarkan nilai rata-rata nilai ulangan umum murni cawu 2 kelas II tahun ajaran 2001/2002.
Dalam kaitan pentingnya kecerdasan emosional pada diri siswa sebagai salah satu faktor penting untuk meraih prestasi akademik, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II SMU

B. Rumusan masalah dan Pokok-pokok Bahasan
    Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan Prestasi belajar pada siswa kelas II SMU di ?”
    Pada penelitian ini yang menjadi pokok-pokok bahasan adalah sebagai berikut:
1. Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai oleh seorang siswa dari kegiatan belajar mengajar dalam bidang akademik di sekolah dalam jangka waktu tertentu.
2. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan ke arah yang positif.

C. Tujuan Penelitian
    Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU  .

D. Manfaat Penelitian
     Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah :
1.    Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi    psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
2.    Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa remaja untuk menggali kecerdasan emosional yang dimilikinya.

E. Sistematika Skripsi
Sistematika isi dan penulisan skripsi ini antara lain :
Bab I    : Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah dan pokok-pokok       bahasan, tujuan dan manfaat dari penelitian serta sistematika skripsi
Bab II    : Tinjauan Pustaka
Berisi tentang pengertian belajar, pengertian prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, pengertian emosi, pengertian kecerdasan emosional, indikator kecerdasan emosional, hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar dan hipotesis.
Bab III    : Metodologi Penelitian
Berisi tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi    dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis instrumen serta metode analisis data.
Bab IV    : Laporan Penelitian
Berisi tentang laporan pelaksanaan penelitian yang terdiri dari orientasi kancah penelitian, persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian serta analisis data penelitian.
Bab V    : Penutup
Berisi tentang  pembahasan hasil penelitian, kesimpulan dan saran dari    peneliti.

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul

Hubungan antara Kebiasaan Merokok pada Remaja Usia 15-19 tahun dengan Gangguan Pola Tidur (Insomnia) di STM (kode073)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang Masalah
Trend kesehatan modern memperhatikan tidur sebagai salah satu pilar penopang kesehatan selain olah raga dan keseimbangan nutrisi. Di pagi hari kita merasakan manfaat dari tidur yang menyegarkan dan memberi energi baru untuk menghadapi hari yang akan kita jelang. Ini disebabkan oleh kortisol yang dihasilkan pada saat tidur. Kortisol dihasilkan menjelang pagi saat proses tidur mendekati akhir. Dalam tidur terjadi juga pembaruan dan perbaikan sel-sel yang rusak yang dipicu oleh Growth Hormone yang dihasilkan tubuh pada tahap tidur malam (Prasadja,2009).
Kurang tidur atau proses tidur yang terganggu jelas merugikan kesehatan dan performa kita di siang hari. Mulai dari kurangnya motivasi, penurunan kemampuan konsentrasi dan daya ingat, hingga buruknya suasana hati. Kondisi kurang tidur juga menurunkan daya tahan tubuh seseorang. Efek kurang tidur yang paling nyata terlihat adalah pada kulit yang tampak kusam dan tak segar (Prasadja,2009).
Ada lebih dari 40 kondisi medis yang telah ditentukan sebagai penyebab insomnia. Kira-kira separuh dari jumlah ini adalah kondisi psikologis seperti kekhawatiran, stress, atau depresi. Sisanya adalah gangguan tidur yang disebabkan kondisi khusus seperti alergi, radang sendi, kecanduan alkohol, merokok, diet dan obesitas. Individu yang mengalami stress atau depresi sangat berpeluang menderita insomnia (Listiani, 2007).
Merokok adalah salah satu penyeban insomnia. Dalam bidang kesehatan tidur, nikotin dalam rokok digolongkan dalam kelompok zat stimulan. Stimulan merupakan zat yang memberikan efek menyegarkan seperti halnya kafein dan coklat. Namun demikian, ada juga sebagian efek dari nikotin yang menenangkan sehingga perokok dapat merasa tenang dan santai saat menghirup asapnya (Prasadja,2009).
Namun efek stimulan dari nikotin ternyata lebih kuat, ini dibuktikan dengan penelitian Punjabi dan kawan-kawan di tahun 2006 yang meneliti efek nikotin pada pola tidur seseorang. Perokok ternyata membutuhkan waktu lebih lama untuk tertidur dibanding orang yang tidak merokok. Mereka jadi sulit tidur (Prasadja,2009).
Pada penelitian selanjutnya yang dipublikasikan pada Februari 2008, Punjabi dan kawan-kawan lebih menyoroti efek kecanduan rokok pada pola tidur. Secara teoritis, nikotin akan hilang dari otak dalam waktu 30 menit. Tetapi reseptor di otak seorang pecandu seolah ‘menagih’ nikotin lagi, sehingga mengganggu proses tidur (Prasadja,2009).
Pada pecandu akut yang baru mulai kecanduan rokok, selain lebih sulit tidur, mereka juga dapat terbangun oleh keinginan kuat untuk merokok setelah tidur kira-kira 2 jam. Setelah merokok mereka akan sulit untuk tidur kembali karena efek stimulan dari nikotin. Saat tidur, proses ini akan berulang dan ia terbangun lagi untuk merokok (Prasadja,2009).
Sedangkan pada tahap lanjut, perokok mengalami gangguan kualitas tidur yang dipicu oleh efek ‘menagih’ dari kecanduan nikotin. Dari perekaman gelombang otak di laboratorium tidur, didapatkan bahwa perokok lebih banyak tidur ringan dibandingkan tidur dalam; terutama pada jam-jam awal tidur. Akibatnya, dari penelitian tersebut didapatkan, jumlah orang yang melaporkan rasa tak segar atau masih mengantuk saat bangun tidur pada perokok adalah 4 kali lipat dibandingkan orang yang tidak merokok (Prasadja,2009).
Menurut Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi. Berdasarkan data dari WHO tahun 2008 Indonesia menduduki urutan ke 3 terbanyak dalam konsumsi rokok di dunia dan setiap tahunnya mengkonsumsi 225 miliar batang rokok (Nusantaraku,2009).
Berdasatkan hasil riset yang dilakukan Dinas Kesehatan Jawa Barat pada tahun 2007 menunjukan bahwa jumlah perokok aktif di provinsi itu yang mencapai 26,7 persen Hasil riset yang dilakukan Dinas Kesehatan Jawa Barat pada tahun 2007 juga menyebutkan kebiasaan merokok di Jawa Barat rata-rata didominasi sejak usia remaja 15-19 tahun, presentasinya mencapai 50,4 persen (Profil Kesehatan Indonesia, 2008).
Disusul kelompok usia 20-24 tahun, sekitar 24,7 persen. Ironisnya perokok di usia anak-anak kelompok umur 10-14 tahun sebesar 11,9 persen, lebih banyak dibanding kelompok usia 25-29 tahun yang hanya 7,1 persen atau 5,8 persen untuk kelompok usia di atas 30 tahun (Profil Kesehatan Indonesia,2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puskesmas  Kecamatan  Kabupaten  pada bulan April  di beberapa sekolah di wilayah kerjanya, didapatkan hasil bahwa presentasi terbesar perokok remaja terdapat di . Dari 41 siswa yang dijadikan sampel penelitian didapatkan hasil,33 orang adalah perokok dan hanya 8 orang saja yang tidak merokok. Dengan kata lain, 80,49% siswa adalah perokok (Data Puskesmas , ).
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan  kebiasaan merokok pada remaja usia 15-19 tahun dengan gangguan pola tidur (insomnia) di  Kabupaten . Dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi gangguan pola tidur (insomnia) yang akan diteliti adalah kebiasaan merokok berdasarkan  jumlah rata-rata rokok yang dihisap per hari yang meliputi perokok berat, perokok sedang dan perokok ringan.

1.2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka yang menjadi masalah penelitian adalah:
Tingginya angka perokok aktif pada siswa di  Kabupaten . Tingginya angka perokok aktif ini dapat meningkatkan resiko gangguan pola tidur (insomnia) pada siswa di sekolah tersebut. Gangguan pola tidur (insomnia) ini dapat menyebabkan kurangnya motivasi, penurunan kemampuan konsentrasi dan daya ingat, hingga buruknya suasana hati. Penelitian ini akan mengkaji hubungan antara kebiasaan merokok pada remaja usia 15-19 tahun berdasarkan jumlah rata-rata rokok yang dihisap per hari dengan gangguan pola tidur (insomnia) di  Kabupaten .

1.3.    Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok pada remaja usia 15-19 tahun dengan gangguan pola tidur (insomnia) di  Kabupaten .
1.3.2    Tujuan Khusus
1.    Untuk mengetahui gambaran kebiasaan merokok pada  remaja usia 15-19 tahun di  Kabupaten .
2.    Untuk mengetahui gambaran gangguan pola tidur (insomnia) pada remaja usia 15-19 tahun di  Kabupaten .
3.    Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan gangguan pola tidur (insomnia) pada  remaja usia 15-19 tahun di  Kabupaten .
4.    Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan gangguan pola tidur (insomnia) pada  remaja usia 15-19 tahun di  Kabupaten  setelah dikontrol oleh variabel stress sebagai perancu.

1.4.    Manfaat Penelitian
1.4.1    Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan menambah wawasan mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan gangguan pola tidur (insomnia).
1.4.2    Bagi Sekolah dan Siswa
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi sekolah dan siswa pada khususnya agar meminimalkan konsumsi merokok untuk menghindari gangguan pola tidur (insomnia) dan memaksimalkan fungsi tidur itu sendiri.

1.5.    Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1    Ruang Lingkup Tempat
Lingkup tempat penelitian ini adalah di  Kabupaten .
1.5.2    Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli .
1.5.3    Ruang Lingkup Sasaran
Penelitian ini ditujukan kepada seluruh siswa  Kelas I, II, dan III pada tahun ajaran .

silahkan downlod KTI Skripsi dengan judul